About

ANALISIS puisi O KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

ANALISIS SAJAK O KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI

 daam detik ini mencoba memaparkan hasil Analisis Puisi karya Sutardji Calzoum Bachri, didalam puisi ini tampak antara hubungan manusia dengan Tuhan dilihat dari penggunaan bahasanya yang seperti sebuah mantra, untuk lebih jelasnya simak saja admin ini dalam Analisisnya. masih banyak analisis-analisis didalam admin ini, yang mencangkup puisi kehidupan dan puisi cinta dan masih banyak lainnya, ikuti saja perjalan admin ini dalam menguak dan mencari arti didalam puisi melalui sebuah Analisis Puisi.



(a) Diksi
Dalam puisi O ini Sutardji memilih kata-kata luar biasa. bahsa yang digunakan mengartikan bahwa pengertian kata-kata itu mewakili kata tersebut tangpa melibatkan kata yang lain. Sehingga dalam puisinya ini hanya ada makna denotasi.

Dalam puisi ini kata-kata yang digunakan Sutardji adalah bahasa yang dipergunkan dalam keseharian sehingga mudah dipahami baik bahasa ibu atau bahasa pada umumnya, Tetapi ada kata yang berasal dari bahasa  Jawa, terlihat pada kata ”bolong” yang berarti berlubang. Yakni suatu kekosongan atu tidak berisi apa-apa.

(b) Efoni dan Irama
terlihat hanya beberapa kat yang menggunakan efek efoni seperti waswas,duhairindu, duhaingilu, duhaisangsai, orindu, obolong, dan orisau. Sehingga puisi tersebut tidak terlihat kemerduannya.

Walaupun banyak terdapat asonansi seperti
Dukaku dukakau dukarisau
Resahku resahkau resahrisau resahbalau
Raguku ragukau raguguru ragutahu
Mauku maukau mautahu mausampai.......maugapai
Siasiaku siasiakau.....siasiabalau siasiarisau
Waswasku waswaskau
Duhaiku duhaikau duhairindu duhai ngilu

Asonansi yang ada tersebut tetap saja menimbulkan efek kakafoni. Karena menimbulkan kesan bunyi indah seperti bunyi dalam mantra jadi terkesan biasa dan tidak merdu atau indah dibaca. Begitu juga pada iramanya paduan bunyi hanya membuat irama datar-datar saja sehingga tidak ada luapan emosi yang bisa mempengaruhi irama sehingga dapat menyentuh jiwa pembaca.

(c) Bahasa kiasan
bahasa kiasan yang ditampilkan adalah repetisi,yaitu pengulangan kata untuk menekan arti pada kata itu sendiri. Seperti tekanan pada penggalan kata ”duka”  diulang sampai lima kali dengan maksud bahwa penyair sedang mengalami duka yang dalam baik duka pada dirinya, pada kau (pembaca) atau mungkin kekasihnya, dukau pada temannya ataupun duka seekor kucing.

Begitu juga penekanan pada kata ragu, resah, mau, , waswas,sia-sia, duhai, dan o adalah sebuah tekanan yang memberi maknabahwa duka tersebut sangatlah dalam, keresaan yang akhirnya menimbulkan ragu dan juga rasa ingin tahu walaupun itu hanya sia-sia dan membuat waswas. Pengulangan kata itu merupakan penekanan juga pada artinya.

(d) Citraan
Dalam puisi O ini terdapat beberapa pencitraan antara lain pedengaran,gerak, perasaan dan penglihatan. Gerak terlihat dari kata”maugapai” karena seakan kita bergerak untuk menggapai suatu harapan itu. Pendengaran terlihat dari kata ”dukangiau” karena kata ngiau tersebut adalah suara hewan yaitu kucing dan kata itu dijadikan sebagai suatu bahan perbandingan. Indera perasa juga terasa dilibatkan dalam kata ”duhaingilu” sehingga pembaca seakan ikut merasakan ngilu. Selain itu juga ada pencitraan penglihatan pada kata ”okosong” dan ”obolong” karena kosong dan bolong itu hanya bisa diketahui dangan melihat suasana.

Semuanya merupakan pencintran yang bertujuan membawa pembaca dengan segenap inderanya sehingga bisa merasakan sakit dan kehampaan yang ada dalam puisi tersebut. Dengan melibatkan indewra bisa dirasakan dengan seluruh imajinasinya apa yang ada dalam puisi tersebut.

(e) Pemikiran dalam Sajak
kata-kata yang seakan berupa mantra itu merupakan ekspresi dari doa. Penyair merasa duka, resah dan ragu yang mendalam. Perasaan inilah yang membuat penyair berkeinginan untuk mencapainya walaupun semuanya harus sia-sia.

Semuanya hanya tinggal perasaan kehampaan dan waswas. Kehampaan yang dirasakan itu dilambangkan dengan kata bolong dan kosaong yang terlihat seperti halnya huruf O. Jadi sebenarnya huruf O adalah penggambaran dari perasaan hampa dan kosong sang penyair yang hendak disampaikan kepada pembaca.

Selain itu kata-katanya yang seperti mantra seakan-akan bahwa puisi itu adalah doa. Hingga puisi itu merupakan hakikat dari Tuhan dan dosa. Tentang bagaimana manusia merasa berdosa dengan segala keresahan dan kesedihan sehingga semuanya hanya bisa dikembalikan pada Tuhan dan berkeyakinan bahwa semuanya akan kembali kepada Tuhan.

Sajak ini menggambarkan suasana optimis pada penyair. Suasana optimis ini berubah menjadi absurd, walaupun sudah merasa tidak mungkin tetapi masih berusaha untuk mengapai semua yang dikehendaki. Dengan sebuah keyakinan semuanya akan bisa tercapai walaupun itu juga tak mungkin.
Sajak ini kata-katanya dikuai oleh emosi dan rasioyang tak menentu sehingga menjadi sebuah misteri. Karena semuanya seakan hanya sebuah misteri yang seakan-akan semuanya itu sulit untuk dipahamidan terlihat tidak komunikatif

No comments: