About

contoh cerpen dan unsur intrinsik


Dibawah inimerupakan contoh cerpen dan unsur intrinsiknya, didalam kesempatan ini dalam mencari unsur strukturalisnya menggunakan pendekatan dengan semiotik, bagi teman-temanku sekalian apabila masih mencari referensi dalam mencari kajian mengenai Unsur Intrinsiknya, disinilah temapatnya. semoga bermanfaat....!!! 




Unsur-unsur strukturalis Cerpen jika dipandang dari aspek semiotik
Unsur pembangun suatu cerpen terdiri dari alur,penokohan,tema dan amanat, setting (Robert Stanton 2007:20). Penulis akan mengkaji menggunakan bagian-bagian tersebut untuk mempermudah dalam memahami suatu makna gambar Ilustrasi.
1.   Sinopsis
Judul                  : Mito si Pelawak
Pengarang          : Gunawan Maryanto
Penerbit                         : Suara Merdeka
Edisi                  : Minggu, 2 januari 2011
Mito dan teman-temannya menonton pertunjukan ludruk dikampus sebelah kampung. Ketika perjalanan  pulang mito selalu mengutarakan agar dikampung kita menampilkan lakon “Rampok”. Keinginan tersebut  tidak putus begitu saja, karena setiap bertemu dipos ronda ia selalu mengutarakan keinginan yang sama, dengan alasan bahwa permasalahan dalam kisah tersebut sama dengan perseteruan kakak beradik antara suwandi dengan suwondo yaitu sama-sama memperebutkan sebuah kursi kekuasaan. Semua orang tidak menghiraukan perkataan Mito sebab sejak tahun 1993 sampai 2011 tidak ada lagi pertunjukan agustusan besar-besaran, hanya tingkat RT dengan alas an, dana yang tidak cukup untuk sebuah acara besar. Akan tetapi pada tahun ini Mito sangatlah beruntung karena keinginannya bisa terwujud walau pagelarannya hanya di tingkat RT. Semua orang mengkawatirkan kemampuan Mito, tentang kemampuan dia melawak, sebab dalam keseharian setiap ia melucu tidak ada orang satupun yang tertawa alias guyonannya garing.
Malam pertunjukan tiba, Mito cs sedang bersiap-siap ditempatnya Pak Un untuk merencanakan apa yang akan diceritakan dalam pagelaran malam ini. Mito berdandan seperti Hittler dengan kumis menjulang keatas. Semua orang terkejut karena malam itu Mito berdandan seperti Daryadi, lawak kondang dari jogja tahun 1990-an.
Semua berharap semoga Mito bisa melawak seperti Idur agar semua bisa terhibur dengan penampilannya. Akhirnya kemeriahan yang dulu sudah hilang akan tetapi malam ini kembali lagi,
2.   Alur
Pengarang menggunakan alur maju. Cerita pendek Mito si Pelawak diuraikan secara runtut dari awal sampai akhir, dari pertunjukan yang ditonton mito sampai pertunjukan dikampungnya.
Bagian Awal, diuraikan ketika mito menyaksikan ketoprak mahasiswa sebelah  kampungnya. Dari sini Mito mempunyai keinginan agar dikampungnya mengadakan sebuah pagelaran bahwa lebih lucu dari orang sekampung, acara ini untuk memeriahkan agustusan yang sudah lama menghilang. Setiap kumpul di pos ronda Mito selalu mengutarakan keinginannya tersebut. Seperti kutipan-kutipan dibawah ini yang menerangkan awal sebuah cerita :
…saat menyaksikan sebuah pertunjukan ludruk mahasiswa di kampus sebelah kampung, mito berkata kepada kami bahwa ia bisa lebih lucu dari mereka…

…Dalam perjalanan pulang Mito tak henti memuji-muji pertunjukan itu…

…Keesokan malamnya saat kami bertemu di pos ronda ia mengulang kembali keinginannya itu. Dengan berapi-api ia menceritakan kembali lakon Rampok itu. Lakon itu pas sekali dengan situasi kampung kita sekarang, tegasnya…

…Kurang lebih seminggu Mito kerasukan Rampok. Di mana setiap ada kesempatan ia selalu mengutarakan keinginannya agar ketoprak Sekar Dalu kampung kami memainkan lakon itu…

…kembali membakar Mito. Dan tampaknya, kali ini dan mungkin kali ini saja, Tuhan berpihak padanya…

Bagian tengah, dalam bagian ini menceritakan titik permasalahan yang terdapat dalam cerita pendek Mito si Pelawak, tentang kemampuan Mito dalam melawak diragukan karena kesehariannya ia tidak bisa melucu, semua orang beranggapan bahwa Mito mengambil keuntungan tentang kemiripan wajahnya dengan Idur.  Keinginan Mito tidak akan terwujud dikarenakan masalah biaya, karena dianggap untuk suatu pagelaran besar membutuhkan dana yang besar, para pemuda sudah berusaha dengan maksimal, akan tetapi kenyataanya dana tidak pernah terkumpul. Tidak ada yang perlu disalahkan karena pada tahun tersebut masih mengalami krisis moneter yang menyebabkan harga bahan pangan naik dan harga yang lain juga demikian. Yang menegaskan titik permasalahan diatas seperti penggalan kalimat dibawah ini :
…Wajah keduanya benar-benar mirip. Dan tampaknya Mito pun menyadari betul kemiripan wajahnya. Tak berbilang ia mengusulkan dirinya menjadi pelawak dalam ketoprak kampung kami. Mirip wajahnya bukan berarti mirip otaknya. Begitulah kata orang-orang…

…Hasilnya: uang tak pernah terkumpul dengan cukup. Ayahku, setahuku, hanya mau menyisihkan seribu rupiah saja tiap kali para pemuda itu datang. Jika semua kepala keluarga di kampung seperti ayah, maka hanya akan terkumpul tak lebih dari dua ratus ribu saja. Tentu uang tersebut tak cukup di tengah harga kebutuhan yang terus merayap naik di tahun 1990-an…

Bagian akhir, diuraikan mengenai pemecahan masalah untuk suatu pagelaran Agustusan, dalam cerita pendek Mito si Pelawak memutuskan bahwa tidak ada pagelaran yang megah akan tetapi peringatan agustusan diganti tiap Rt sehingga dalam hal ini membutuhkan dana yang relatif lebih sedikit dibanding dengan acara tingkat sekampung. Nilai positif dari acara sederhana ini dapat menumbuhkan bakat-bakat orang tingkat Rt bermunculan dan kerjasama dengan tetangga juga tampak.
Suatu pagelaran sederhana akhirnya terwujud ketika Mito berdandan seperti Hitller dengan kumis menjulang keatas, dalam malam itu semua orang sudah tidak lagi menghiraukan apakah mito dapat melawak, hanya yang mereka fikirkan bahwa Mito adalah pahlawan. Karena dapat memeriahkan acara agustusan dengan murah meriah walaupun hanya ditingkat Rt. Seperti pada penggalan kalimat dibawah ini :
…perayaan tujuhbelasan di kampung kami hanya berlangsung di tingkat RT…

…Sepertinya tak penting lagi apakah Mito bisa melawak atau tidak. Aku tak peduli lagi. Ia menjadi pahlawan kami malam hari itu....

3   Penokohan
Tokoh sentral                 : Mito
Tokoh pendukung         : Pemuda, Pak Un (Ketua Rt)
Penokohan Mito, laki-laki yang tidak putus asa sebelum cita-citanya terwujud, seorang laki- laki yang kurang bertanggung jawab terhadap lima anaknya. Mito adalah seorang yang sangat keras kepala keinginannya harus bisa terwujud, tampak pada penggalan kalimat berikut :
…Dalam perjalanan pulang Mito tak henti memuji-muji pertunjukan itu. Kelompok ketoprak di kampung kami harus mementaskan lakon itu, …ia mengulang kembali keinginannya itu. Dengan berapi-api ia menceritakan kembali lakon Rampok itu…
Idur adalah nama panggung dari Daryadi. Salah seorang pelawak kondang di Jogja pada tahun 1990-an. Semasa hidupnya Daryadi banyak berpasangan dengan Yati Pesek dan Marwoto Kawer. Tokoh Idur inilah yang merupakan Indeks dari Mito, bisa dikatakan bahwa Mito menirukan gayanya, dan juga wajah Mito sangat mirip. Begitu juga sosok Mito seperti “Hitller”, Hitller adalah lambang seseorang tentara bersifat tegas, keras, ganas, kejam, maka dari itu Mito berdandan dengan kumis menjulang keatas, menyimbolkan perjuangan yang keras dengan tujuan untuk masyarakat dan untuk memeriahkan sebuah acara Agustusan, bagaimana caranya harus diperjuangkan.
Penokohan pemuda dan Pak Un, jiwa semangat dan kompak ketika bergotong royong dengan pemuda lain dengan melakukan penarikan dana tiap rumah hanya dengan satu tujuan yaitu agar terwujud suatu pagelaran Agustusan, sedangkan penokohan Pak Un bersikap seorang pemimpin yang berhati laut dengan maksut bahwa seorang pemimpin jangan cepat larut dalam suasana, harus bersikap tenang dalam memecahkan masalah tertentu.
4   Tema
Kehidupan terus melaju bagai roda pedati. Melindas terus tanpa bersisa, hanya meninggalkan jejak-jejak lindasan tersebut dalam kenangan. Kalau terus meratapi nasib, tanpa ada usaha memperbaiki dan mengusahakan nasib itu lebih baik lagi, maka tidak lepas yang pertama-tama akan habis terlindas, oleh kejamnya sisi peradaban,terutama, kehidupan itu kejam bagi orang-orang yang putus asa tanpa usaha.
Sikap usaha keras juga terdapat dalam Cerpen “Mito si Pelawak” dilakukan oleh warga ketika berusaha untuk mewujudkan suatu pagelaran Agustusan. Seperti pada kutipan kalimat sebagai berikut :
…Tapi para pemuda tak pernah berhenti berusaha. Menjelang bulan Agustus mereka selalu berkeliling dari rumah ke rumah untuk memungut iuran perayaan. Hasilnya: uang tak pernah terkumpul dengan cukup…
Pengarang juga ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa “jangan pernah merendahkan kemampuan orang lain”. Setiap orang mempunyai keistimewaan masing-masing, begitu juga kelemahannya. Begitu juga warga yang merendahkan kemampuan Mito, tentang kemampuannya untuk melawak, karena setia hari guyonannya garing tanpa ada yang lucu .
Pokok soal cerita “Mito si Pelawak” adalah suatu keinginan Mito untuk menampilkan sebuah lawakan ketika acara malam Agustusan, akan tetapi keinginan itu terhambat ketika dalam suatu pagelaran pasti membutuhkan dana yang cukup besar, dan juga semua orang meragukan kemampuan dalam melawak, karena dalam kesehariannya ia tidak bisa melucu.
Tampaknya pengarang juga ingin menyampaikan agar para pembaca meniru sosok Mito yang bersikap pantang menyerah, suatu ketika Mito direndahkan oleh orang lain, bukan sikap pesimis yang ditampilkan melainkan sikap optimis untuk menunjukan bahwa Aku ! tidak serendah yang mereka fikirkan. Orang hanya bisa menertawakan, merendahkan bahkan menghina, seperti kata orang jawa Keplok ora tombok (tepuk tangan tidak modal) hal tersebut yang sering dilakukan para tetangga dan orang sekitar ketika posisi kita terpuruk sehingga diremehkan.
Pada hakikatnya arti sebuah kemerdekaan untuk tahun sekarang, seperti kutipan naskah Putu Wijaya “Monolog kemerdekaan” adalah ketika kita jatuh bangun sendirian, ketika kita sakit bangun sendirian, ketika berjalan harus sendirian, kalau kita ingin kaya harus bangun sendirian, maka kita akan meraskan arti sesungguhnya kemerdekaan. Tidak lepas dari perjuangan Mito akan sebuah acara pagelaran, walaupun semua merendahkan kemampuannya dan pengetahuan dalam melawak, ia tetap memperjuangkannya, dengan maksut agar yang mereka fikirkan itu salah.
5   Setting
a.    Auditorium RRI. Yaitu ketika Mito dan teman-temannya melihat pertunjukan ludruk mahasiswa yang memerankan lakon Rampok, dari sini Mito timbul keinginan agar dikampungnya mengadakan pertunjukan tersebut, semua warga melihat wajah Mito semenyala seperti dulu, ketika semangat tentang sebuah pertunjukan ( SIMBOL ). Mengartikan bahwa semangat Mito yang dulu muncul lagi setelah melihat pertunjukan ludruk mahasiswa.
b      Pos ronda, yaitu keinginan Mito tidak berhenti sampai disitu saja, ketika di pos ronda ia juga mengutarakan kembali keinginannya untuk menampilkan lakon “Rampok” karena kisah yang diangkat sama dengan kejadian dikampungnya antara suwandi dan suwondo, yang sama-sama merebutkan kursi kekuasaan, Pos ronda adalah tempat yang biasa digunakan  warga untuk melakukan jaga malam ( SIMBOL ).
c      Rumah
Mito langsung menggandeng para penabuh dan mbak Atun sebelum mengisi acara lawakan ke rumah Pak Un, karena panggung Agustusan diletakkan didepan rumah pak Rt, sehingga rumah Pak Un bisa ditafsirkan seperti halnya panggung Agustusan (Indeks).

No comments: