Puisi
kehidupan,berjumpa lagi dengan admin yang
tidak pernah bosan dengan puisi kehidupan, hidup kita menyangkut antara
sesame,hewan dan tumbuhan dan yang terpenting hubungan dengan Tuhan YME, Dalam
kesempatan ini admin ini akan menganalisis sebuah puisi dari kumpulan Air
kaTa-kAta karya Sindhunata, akan tetapi admin ini mengkategorikan sebagai Puisi
kehidupan, dalam hal ini berhubungan dengan Tuhan YME. dengan menggunakan
teori Semiotika yang memanfaatkan tanda ikon,indeks dan symbol.
Merenungi
hubungan manusia dengan Sang Pencipta itu sangatlah wajib dan perlu, maka dari
itu dalam kesempatan ini admin ini mengkaji yang berhubungan dengan hal
tersebut. Kumpulan puisi kehidupan dan Analisisnya
Tanpa
kritik dan saran, admin ini tidak ada artinya karena dikhawatirkan pada
kemudian hari tidak ada perkembangan yang lebih kearah sempurna dalam
mengkategorikan Puisi Kehidupan dan tidak lupa pula analisinya.
Duri-duriku
Kubiarkan
duri-duri itu
Tumbuh
dalam pelataran hatiku
Supaya
bila kau datang
Terdengar
jerit kesakitan-Mu
Dan
aku bisa lari menjauhi-Mu
Tapi
kau datang tanpa alas kaki
Derap
langkah-Mu lemah,lemah,lemah
Tak
terdengar olehku suara-Mu
Aku
menjerit
Tiba-tiba
kau datang dihadapanku
Tuhanku
kau datang tanpa aku mau
Dan
sudah berdarah telapak kaki-Mu
Tertusuk-tusuk
duri-duriku
Tuhanku,mengapa
kau masuk pelataranku
Puisi Duri-Duriku
Di dalam puisi Duri-Duriku teks
puisi ada di dalam gambar ilustrasinya. Gambar tersebut jika diperhatikan secara seksama seperti frame atau bingkai foto dengan gambar kartun
bersosok wajah manusia. Gambar sosok wajah di dalam bingkai tampak sedang
merenunng. Hal demikian dapat dilihat dari potongan teks puisi di bawah ini.
Puisi Duri-Duriku
dapat diasumsikan sebagai perjalanan religius seseorang yang membatasi dirinya
dalam hal pilihan hidup untuk menjauhi Tuhan karena kebencian di hatinya. Kebencian
tersebut dapat luluh dan hilang ketika ia menyadari dan merasakan bahwa Tuhan ternyata
tidak pernah pergi menjauhi kehidupannya, selalu berada di dekatnya meski ia
membenci Tuhan karena (mungkin) merasa ditinggalkan.
Hal tersebut dapat diketahui dari kata-kata di dalam potongan teks puisi
di atas. Kata-kata yang dapat menunjukkan hal tersebut adalah Kubiarkan duri-duri itu, Tumbuh dalam
pelataran hatiku, Supaya bila Kaudatang, Terdengar jerit kesakitan-Mu.
Bentuk bingkai yang dipilih untuk ilustrasi puisi Duri-Duriku dapat diartikan sebagai hak asasi manusia (untuk benci
atau suka terhadap sesuatu) sekaligus cara seseorang menunjukkan batasan
interaksinya pada siapapun. Perjalanan tersebut juga dapat terlihat dari
tipografi di dalam potongan teks puisi di atas. Tipografi tersebut jika
diperhatikan secara seksama dapat diasumsikan sebagai awal, proses, dan akhir dari
pencarian manusia yang di dalam hatinya terdapat kebencian (meninggalkan)
Tuhan.
Dari uraian di atas gambar dan teks puisi bergabung menjadi satu di dalam
puisi Duri-Duriku untuk menunjukkan awal,
proses, dan akhir dari perjalanan manusia di dalam kehidupan religinya.
No comments:
Post a Comment