About

puisi Kehidupan semiotika


analisis ini tentang Puisi kehidupan dengan menggunakan teori semiotik yang menyimpulkan bahwa kesenangan duniawi yang sering memabukkan ternyata hanya sementara. Gambar ilustasi dan teks puisi Cintamu Sepahit Topi Miring saling melengkapi dan menunjukkan keterikatannya sebagai penjelas situasi kemabukan yang sedang dicoba untuk disampaikan kepada pembacanya. Pesan moral yang ada di dalam puisi ini tidak lain mengingatkan seseorang untuk selalu waspada pada kesenangan-kesenangan duniawi yang bersifat semu dan memabukkan ternyata pada akhirnya banyak merugikan dan menghancurkan diri sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dari kata-kata bayangkan ciu cangkol hanyalah spiritus, yang bisa mengusir tikus, padahal dulu aku minum sampai lampus, aku memang benar-benar wedhus! Kata-kata tersebut sebagai penegas kemabukan yang disebabkan oleh Topi Miring.
kajian dibawah ini menggunakan teori Semiotika dengan melihat tanda-tanda ikonis yang terebar anatara gambar ilustrai dengan teks puisi.




CINTAMU "SEPAHIT TOPI MIRING"
Dari judulnya saja dapat diketahui adanya kemabukan di dalam puisi Cintamu Sepahit Topi Miring ini. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kata topi miring yang merupakan trade mark minuman keras yang dikenal luas oleh masyarakat yang gemar minum-minuman beralkohol. Terutama para kaum yang kehidupan ekonominya menengah ke bawah.
Merk minuman beralkohol Topi Miring ini dikenal sebagai minuman yang lebih murah dibandingkan minuman berjenis Tequila, Champagne, atau Vodka. Oleh karena itu ibaratnya seorang buruh atau pemulung pun dapat dengan mudah menikmati minuman beralkohol jenis ini.
Gambar sosok lelaki yang sedang berjongkok di dalam potongan teks puisi di atas dapat diasumsikan sebagai profil nama orang yang disebutkan di dalam teks puisi Cintamu Sepahit Topi Miring yaitu Ranto Gudel. Di dalam teks puisi tersebut disebutkan bahwa ia menjadi seorang pelawak. Sementara itu, gambar daun dalam potongan teks puisi di atas dapat disumsikan sebagai daun Kecubung (daun yang dapat digunakan sebagai bahan baku minuman keras atau juga sebagai campuran rokok).
Fungsi daun Kecubung tidak jauh berbeda dengan fungsi daun Ganja yang dapat membuat seseorang mabuk dan kecanduan. Daun yang sudah dikeringkan dijadikan bahan campuran rokok atau dihisap langsung dengan cara dipilin atau digulung.
Simbol yang paling menonjol di dalam teks puisi Cintamu Sepahit Topi Miring adalah topi miring (salah satu merk minuman beralkohol). Dengan minuman keras jenis ini seseorang dapat lupa daratan, lupa pada segala-galanya. Kealpaan ini dapat ditunjukkan dengan kata-kata Garengnya diajak mabuk, Bagongnya menggeloyor, dan Semarnya berjualan ciu cangkol.
Ketiga tokoh punakawan di dunia pewayangan tersebut merupakan tokoh pamomong atau penasihat yang dikenal bijak dan bijaksana. Tetapi di dalam teks puisi di atas atribut sebagai tokoh bijak dan bijaksana lenyap karena terpengaruh oleh minuman beralkohol yang memabukkan.
Tipografi teks puisi di atas jika diamati secara seksama menunjukkan kemabukaan seseorang. Hal tersebut dipertegas dengan kata topi miring yang ditulis dengan gaya tulisan jatuh dan miring, seperti kondisi orang yang sedang mabuk sempoyongan, miring-miring dan jika tidak kuat menopang dirinya sendiri maka akan terjatuh.
Tipografi yang sama seperti potongan teks di atas dapat dilihat pula pada potongan teks di bawah ini. Hal tersebut dipertegas melalui kata-kata miring-miring dhoyong (miring dan sempoyongan), itu perahu botol cangkol, mengalir sampai jauh, dan akhirnya ke laut berombak (yang diibaratkan seperti aliran air sungai Bengawan Solo) yang pada dasarnya ingin memberitahukan bahwa minuman keras sangat membuat orang hilang kesadaran dan lupa pada daratan, pada realita.

Gambar di dalam potongan teks puisi di bawah ini adalah hewan anjing yang di dalam bahasa Jawa disebut asu. Gambar tersebut menjelaskan keadaan seorang pemabuk yang ternyata kehidupan dan kondisi dirinya ketika mabuk tidak lebih baik dari anjing yang identik dengan kesetiaan pada majikannya.
Diceritakan pula Ranto Gudel yang sedang terpengaruh alkohol tidak sadar bahwa dirinya menurut saja ketika diajak hantu yang menyerupai bidan ke makam. Ketidaksadaran tersebut ditunjukkan dengan kata-kata tergeletak ia di atas kijing (batu nisan) dan hampir saja aku bercinta dengan setan (hantu) sebab orang yang dalam kesadaran penuh tidak akan menurut begitu saja diajak oleh hantu.
Cinta yang dimaksud di dalam teks puisi di atas merupakan cinta yang sementara karena terbawa oleh dorongan nafsu birahi saja. Sama halnya dengan kegemaran meminum minuman beralkohol, enaknya hanya sementara tetapi efek negatif (misalnya bagi kesehatan; ginjal) akan dirasakan sampai mati. Cinta sementara atau biasa disebut cinta (kesenangan) sesaat tersebut dipertegas dengan kata-kata cinta manusia seperti Umbul Pengging, dulu bening sekarang keruh, Ranto Gudel dengan empat istrinya, tak pernah abadi cintanya (menunjukkan bahwa kesenangan-kesenangan hidup dan nafsu birahi hanya sementara saja).

Tipografi di dalam potongan teks puisi di bawah ini yang ditulis menurun dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang pemabuk yang pada akhirnya terjatuh dan lemah terkulai tak berdaya. Hal tersebut dipertegas pula oleh gambar kepala seseorang dalam keadaan muntah-muntah yang ditunjukkan dengan Hueek, Hueeeeek, Hueeeeeeek, Wis wis… (suara seseorang yang sedang muntah-muntah).

Di dalam potongan teks puisi di atas ditulis pula keadaan seseorang yang sedang mabuk tidak lebih baik dari binatang kambing, bahkan lebih baik nasib kambingnya. Dalam keadaan tidak sadar sikap dan sifat seseorang dapat berubah seperti binatang, bahkan melebihi sifat binatang. Bisa berbuat apa saja sekehendak hati dan biasanya perbuatan tersebut bersifat destruktif.


SEMOGA BERMANFAAT, jangan lupa kritik dan sarannya. masih banyak lagi analisisis puisi Air kata-kata Sindhunata di blog saya : contoh-analisis-puisi.blogspot.com


SALAM BUDAYA...!!

No comments: