Kumpulan Puisi WS Rendra – Sajak Orang-orang Miskin.
WS. Rendra merupakan salah satu penyair yang sering menghasilkan karya tentang perjuangan hidup orang-orang kecil. beliau terkenal dengan syairnya yang selalu memperjuangkan hak-hak orang miskin.
Dalam puisi/sajaknya yang berjudul Orang-orang miskin, WS Rendra menggambarkan dengan sangat jelas tentang jerih payah mereka.Selain mengangkat tema tersebut, WS. Rendra juga sering
mengangkat tema terdampar yang tidak mempunyai tempat tinggal dan bahkan PSK pun beliau angkat utk dijadikan sebuah materi. Puisi-puisinya ering menggunakan bahasa ibu,s ehingga pembaca tidak terlalu sulit untuk mengetahui makna yang ingin disampaikannya
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim..
Djogja, 4 Februari 1978
Dalam penafsiran karya sastra diperlukan juga penghayatan, karena tanpa penghayatan, maka hasil dari penafsiran akan terlihat dangkal. Penafsiran dapat dimulai dengan bagian perbagian, maupun secara menyeluruh yang kemudian menuju ke arah bagian-bagian. Penafsiran ini akan dimulai dari kata-kata yang ada dikatakan dalam puisi Orang-orang Miskin. Dalam bait pertama kata-kata yang hendak ditonjolkan adalah sebagai beriku;
Puisi WS. Rendra, Orang-orang Miskin
Orang-orang miskin di jalan,yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim..
Djogja, 4 Februari 1978
Dalam penafsiran karya sastra diperlukan juga penghayatan, karena tanpa penghayatan, maka hasil dari penafsiran akan terlihat dangkal. Penafsiran dapat dimulai dengan bagian perbagian, maupun secara menyeluruh yang kemudian menuju ke arah bagian-bagian. Penafsiran ini akan dimulai dari kata-kata yang ada dikatakan dalam puisi Orang-orang Miskin. Dalam bait pertama kata-kata yang hendak ditonjolkan adalah sebagai beriku;
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan
“miskin, selokan, kalah, diledek, ditinggalkan”
Dikatakan
dalam kata-kata bergaris bawah pada puisi bait pertama di atas seirama
dengan judulnya yaitu Orang-orang miskin. Dilanjutkan dengan penjelasan
dari bait pertama, bahwa mereka (orang-orang miskin) perlu perhatian.dan orang miskin paling tidk untuk mencari makan sering ditempat-tempat sampah dan sisa makanan orang, hal ini disimbolkan atau diganti dengan "Selokan", dan banyak orang menganggap rendah bahkan mengejek orang miskin(Diledek)dan setelah itu semua baru ditinggalkan tanpa memberi sedikit bantuan untuk meringankan hal tersebut.
Pada bait kedua kat-kata yang hendak ditojolkan adalah, bau, melekat, dan bunting.
“Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya”
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya”
Kata-kata
tersebut menyatakan keadaan yang tidak enak dirasakan bagi orang yang
berkondisi normal (ekonomi menegah). Pada bait ini menjelaskan bahwa
kondisi orang miskin tersebut berbaju yang kotor, keadaan badan yang
tidak bersih, dan wanita-wanita yang sedang mengandung yang berada di
pinggir-pinggir jalan. Dalam kenyataan, mayoritas adalah wanita. Secara psikologi, orang akan lebih
merasa kasihan melihat pengemis wanita dibandingkan dengan pengemis
pria. Kondisi ini menyebar hampir di seluruh wilayah perkotaan.
Pada
bait ketiga kata-kata yang ditonjokan adalah; dosa, gelap, rumput dan
lumut, abaikan. Kata-kata tersebut meberikat gambaran kepada kita bahwa
dosa, adalah bagian dari orang miskin. Dan orang miskin adalah tumbuhan
yang tidak bergna yang ada d ijalan-jalan. Namun pengarang tetep
memharapkan bahwe meraka harus kita beri perhatian, seperti dalam
kalimat terakhir tersebut dibawah ini.
“Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.”
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.”
Bait keempat kata-kata yang ditojolkan oleh pengarang yaitu; remeh, bayangan, dan igauan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka
Pada
bait ini pengarang memberikan peringatan kepada kita. Jika kita
menelantarkan mereka, maka hidup kita tidak tentram. Pembaca,
(masyarakat) akan mengalami ketidaktenagan jiwa. Bahkan hubungan denga
keluarga (anak) akan tidak harmonis).
Bait kelima pada puisi Orang-orang apa yang hendak di sampaikan bertambah luas.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Seperti
dalam kalimat “ Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu” kalimat
ini mempunyai arti bahwa lambang negara Indonesia yaitu Pancasila
diminta untuk diganti dengan trompah dan blacu. Analoginya trompah
adalah alas kaki, dan kain blacu adalah kain yang mutunya jelek, jadi
lebih tepat apa bila lambang negara diganti barang yang kurang berguna.
Karena Pancasila yang berisi lima sila dan 45 butir-butir Pancasila
sudah tidak lagi merefleksi pada bangsa kita.
Kemudian dua baris kalimat terakhir bait kelima menjelaskan bahwa
fenomena yang ada, birokrasi di Indonesia sangat kaku, birokrasi
indonesia merujuk sistem yang ada ada jaman Belanda. Belanda bersifat
feodalisme, seorang bawahan harus berpakaian rapi dan berdasi apabila
hendak bertemu dengan presiden. Sedangkan pada kalimat terakhir
mengisyaratkan bahwa mahasiswa adalah manusia yang bisa dipukuli
seenakknya oleh tentara bila mengadakan aksi dijalan. Namaun pada
kenyataannya sampai sekarangpun sering kita lihat dimedia televisi
bentrok antara aparat dan mahasiswa apabila ada kegiatan unjuk rasa yang
dilakukan mahasiswa.
Dalam bait keenam pengarang berusaha mengajak pembaca untuk menghaayal dalam mimpi.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu
Dikatakan
bahwa bila kita tetap menelantarkan mereka, maka keadaan itu akan masuk
ke dalam alam mimpi kita. Kita tidak ingin, anak kita disuapi oleh
wanita-wanita dari jalanan, kiata tidak ingin mobil atau kendaraan
kita (bila punya) dipegang tangan-tangan kotor.
Pada bait ketujuh lebih luas lagi pengarang mengarahkan fenomena yang
tejadi pada waktu itu. Dalam kalimat pertama, mempunya maksud bahwa
jumlah mereka banyak. Dan tak bisa disembunyikan. “tidak bisa
dimistikkan menjadi nol”. Pada masa itu judi undian nomor merajalela,
“mistik” pada kata tersebut bukan berarti hal yang berbau mistis, namun
berawal dari istilah dalam judi undian nomor dalam pengutak-atikan
angka. Jadi analoginya yaitu banyaknya kemiskinan tidak bisa di
sembunyikan atau di dianggap tidak ada. Ideologi pembaca yang bersifat
ideal, oleh pengarang diharapkan dapat berhenti sejenak dalam berpikir
idealis .Bait ini menyentuh insan agama yang mempelajari agama namun
tidak merefelksinya dimasyarakat. Aparat pemerintahpun disudutkan denga
fakta kondisi orang miskin yang hidup dengan segala macam penyakit
karena ketidakmampuan mereka dalam menjaga kesehatan. Golongan
senimanpun sebenarnya oleh pengarang dihadapkan dengan fakta di lapangan
bahwa mereka juga tidak terlalu memperdulikan dengan kondisi sekitar
(orang miskin).
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Kata-kata yang menonjol dalam bait di atas
Kata-kata
yang terlihat menojol adalah, mistik, ideologi, agama, sipilisdan tbs,
gorgen kepresidenan, programa. Kata-kata tersebut menjelaskan bahwa
fenomena kemiskinan, sangat berkaitan dengan semua aspek dalam
masyarakat, ideologi , agama, dinas kesehatan, dan pemerintah waktu itu.
Pada
bait terakhir pengarang secara nyata menjelaskan bahwa orang-orang
miskin dalam puisi “Orang-orang miskin” telah selama bertahun-tahun.
Dianalogikan oleh pengarang seperti udara yang panas dan seperti
gerimis. Disini pengarang menjelaskan bahwa orang miskin mempunyai
dilema, terus dengan kondisinya, dengan resiko akan mati atau tidak ada
perubahan hidup, atau melanjutkan hidup mengan langkah kriminal dengan
berbuat jahat kepada kita (orang lain yang lebih berada daripada
mereka). Di akhir bait ada himbauan untuk kita bahwa mereka juga berasal
dari keturuan yang sama dengan kita. Berasal dari umat Nabi Ibrahim
juga.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
Kata-kata
yang ditonjolkan oleh pengarang adalah sejarah, panas, gerimis, pisau,
dada, dan Ibrahim. Kata sejarah mempunyai makna bahwa kejadian itu sudah
berlangsung lama. Panas dan gerimis adalah analogi keadaan yang selalu
ada dan silih berganti setiap waktu. Pisau-pisau merupakan tuntutan atau
pilihan yang sangat sulit untuk mereka orang miskin, mereka merasa
dilematis, mereka lebih memilih hidup sebagai orang miskin selamanya
atau memaksa diri lepas dari kondisi kemiskinan dengan cara
mengintimidasi orang laen.
Secara global makna dari puisi “Orang-orang miskin “ adalah pesan yang
di harapkan oleh pengarang tentang kehidupan orang miskin. Pembaca
(kita) diharapkan dapat memperhatikan dan memberikan solusi kepada
mereka agar kondisi mereka tidak statis pada level itu.
No comments:
Post a Comment