Perubahan makna dalam Bahasa
Indonesia dapat disebabkan oleh dua faktor umum, yaitu (1) faktor linguistis
dan (2) faktor nonlinguistis. Yang dimaksud dengan faktor linguistis adalah
faktor kebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna. Jadi, suatu kata berubah
maknanya karena mengalami proses kebahasaan, seperti proses pengimbuhan
(afiksasi) dan penggabungan (komposisi).
Faktor nonlinguistis adalah faktor-faktor nonkebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna. Faktor ini meliput: (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3) perbedaan bidang pemakaian, (4) adanya asosiasi, (5) pertukaran tanggapan indra, dan (6) perbedaan tanggapan pemakainya.
Kegiatan Belajar 3:
Jenis-Jenis Perubahan Makna
Kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan makna, di antaranya adalah perluasan, penyempitan, penghalusan, dan pengasaran makna.
Perluasan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih khusus/sempit ke makna yang lebih umum/luas. Jadi, cakupan makna baru/ sekarang lebih luas daripada makna semula.
Penyempitan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih umum/luas menjadi makna yang lebih khusus/sempit.
Makna suatu kata kadang kala dirasakan kurang pantas/halus, kemudian timbullah bentuk kata dengan makna yang lebih halus untuk menggantikan kata tersebut. Proses ini disebut penghalusan makna.
Kebalikan dari penghalusan makna adalah pengasaran makna. Orang yang marah cenderung menggunakan kata-kata yang maknanya lebih kasar/rendah daripada kata yang bermakna halus/tinggi. Maka, terjadilah pengasaran makna, yaitu mengganti kata yang bermakna halus tinggi dengan kata yang bermakna kasar/rendah.
Faktor nonlinguistis adalah faktor-faktor nonkebahasaan yang mengakibatkan perubahan makna. Faktor ini meliput: (1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) perkembangan sosial dan budaya, (3) perbedaan bidang pemakaian, (4) adanya asosiasi, (5) pertukaran tanggapan indra, dan (6) perbedaan tanggapan pemakainya.
Kegiatan Belajar 3:
Jenis-Jenis Perubahan Makna
Kata-kata dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan makna, di antaranya adalah perluasan, penyempitan, penghalusan, dan pengasaran makna.
Perluasan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih khusus/sempit ke makna yang lebih umum/luas. Jadi, cakupan makna baru/ sekarang lebih luas daripada makna semula.
Penyempitan makna adalah perubahan makna kata dari yang lebih umum/luas menjadi makna yang lebih khusus/sempit.
Makna suatu kata kadang kala dirasakan kurang pantas/halus, kemudian timbullah bentuk kata dengan makna yang lebih halus untuk menggantikan kata tersebut. Proses ini disebut penghalusan makna.
Kebalikan dari penghalusan makna adalah pengasaran makna. Orang yang marah cenderung menggunakan kata-kata yang maknanya lebih kasar/rendah daripada kata yang bermakna halus/tinggi. Maka, terjadilah pengasaran makna, yaitu mengganti kata yang bermakna halus tinggi dengan kata yang bermakna kasar/rendah.
PERUBAHAN
MAKNA
1.
Pemetaan Materi Diskusi
2.
Rumusan Materi
Elemen-elemen bahasa yang masih hidup atau digunakan serta dikembangkan oleh para penuturnya akan selalu mengalami perubahan. Bahasa akan berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran manusia begitu juga dengan maknanya.
Makna sebuah kata atau leksem secara sinkronik tidak akan berubah dan secara diakronik memiliki kecenderungan bisa berubah. Menurut Wijana (2008) elemen bahasa yang mudah berubah disebut bersifat terbuka, sedangkan elemen yang tidak mudah berubah disebut sifat tertutup.
3. Pengembangan Materi
3.1. Faktor Perubahan Makna (Djajasudarma, 1993:62-63)
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya perubahan makna menurut Sapir yang dikutip oleh Ullmann (1972:193), antara lain:
a) bahasa berkembang seperti yang dikatakan oleh Mailet “this continous way from one generation to another”,
b) makna kata sendiri itu samar, kacur (bisa ‘racun’ atau bisa ‘dapat’ ? tanpa konteks tidak jelas maknanya,
c) kehilangan motivasi (loss of motivation),
d) adanya makna ganda,
e) karena ambigu (ketaksaan) “amoiguos context”,
f) struktur kosa kata.
3.2. Proses yang Menyebabkan Perubahan Makna
Perubahan makna merupakan akibat hasil proses yang disebabkan oleh sebagai berikut;
a) hubungan sintagmatik
- kekeliruan pemenggalan morfem-morfemnya
Contoh: pramugari berasal dari pra + gari ‘pembantu tuan rumah pada peralatan’, dipenggal menjadi pramu + gari. Bentuk pemenggalan tersebut salah, tetapi dari pemenggalan tersebut dihasilkan bentuk- bentuk lain dengan analogi. Misalnya pramuwisma dan pramuniaga.
- persandingan yang lazim (teradat), yang disebut kalokasi
Contoh: nasib yang dapat bersanding dengan baik dan buruk, dan yang lebih sering muncul adalah nasib buruk.
- penghilangan salah satu unsurnya
Contoh: acuh tak acuh yang berarti ‘tidak menghiraukan’ menjadi acuh dengan arti sama yaitu ‘tidak menghiraukan’.
b) rumpang di dalam kosa kata
- menyempitkan maknanya
Contoh: peneliti ‘penilik’ memiliki makna ‘seorang ilmuan’.
- meluaskan makna satuan leksikal
Contoh: bentuk kandung pada ayah kandung, padahal ayah tidak pernah bersalin atau mengandung.
- memakai metafor atau kiasan
Contoh: lapisan (masyarakat) yang dimaksudkan adalah kelas-kelas (masyarakat).
- acuan yang ada di luar bahasa
Contoh: bentuk kereta api yang acuannya berkembang dari kereta yang tergerak dengan tenaga uap ke kereta dengan sumber tenaga listrik atau diesel.
c) perubahan konotasi
Perubahan konotasi adalah tautan pikiran yang menyertai makna kognitif, sangat bergantung kepada pembicara, pendengar, dan situasi (keadaan, peristiwa, proses) yang melingkupi. Contoh pesangon jika dibandingkan dengan uang pengusir.
d) peralihan dari pengacuan yang konkret menuju abstrak
Contoh: memeluk ‘gerakan tangan melingkar’ menjadi memeluk ‘mengikuti aliran kepercayaan atau agama’.
e) gejala sinestesia
Sinestesia adalah penggabungan dua macam tanggapan pancaindera terhadap satu hal yang sama (Djajasudarma, 1993:74). Contoh; mata tajam terjadi penggabungan indera penglihatan (mata) dengan indera perasa (tajam).
f) penerjemahan harfiah
Penerjemahan kata dari bahasa lain akan diperoleh arti (makna) baru yang tidak dimiliki sebelumnya.
- kata kuno: satuan leksikal (kata, frase, bentuk majemuk) yang; kehilangan acuannya di luar bahasa, mempunyai konotasi masa yang silam, berasal dari leksikon bahasa pada taraf sebelumnya, masih dapat dikenali secara tepat ataupun kurang tepat oleh penutur bahasa yang bersangkutan. Contoh bentuk kuno; ganda ‘bau’ dan graha ‘rumah’.
- kata usang: satuan leksikon yang sarat dengan konotasi. Contoh; pelacur ‘tuna susila’ dan babu ‘pembantu rumah tangga (wanita)’.
3.3. Sebab Perubahan Makna
Perubahan makna terjadi dikarenakan oleh beberapa sebab, yaitu;
a) perkembangan ilmu dan teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata atau leksem. Contoh: perubahan makna sastra dari makna ‘tulisan’ menjadi sastra ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan sastra ‘buku yang baik isinya dan baik bahasanya‘ menjadi berarti ‘karya yang bersifat imaginatif kreatif’.
b) perkembangan sosial budaya
Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Contoh; saudara dalam bahasa sansekerta bermakana ‘seperut’ atau ‘satu kandungan’. Kini saudara, sering digunakan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misal saudara diterima menjadi karyawan di perusahaan ini.
c) perbedaan bidang pemakaian
Kosa kata yang digunakan dalam bidang tertentu bisa saja digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain disamping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Contoh; menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, misal dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap, kini juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’ seperti misal dalam frase menggarap skripsi, dan menggarap generasi muda.
d) adanya persamaan sifat (asosiasi)
Menurut Djajasudarma (1993) yang dikutip dari Slametmuljana (1946), asosiasi adalah hubungan antara makna asli (makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan) dengan makna yang baru (makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa). Contoh; amplop ‘pembungkus surat’ menjadi amplop ‘pembungkus uang, khusus uang sogok’ dalam frase berikan amplop ini kepada juri agar tim kita menang.
e) pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
Dalam penggunaan bahasa dapat terjadi pertukaran tanggapan alat indera yang satu dengan yang lain. Contoh; kata-katanya sangat pedas terjadi pertukaran dari indera pencecap menjadi indera pendengaran.
f) pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru (menyempitkan makna kata tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru). Contoh; sandang yang semula bermakna ‘selendang’ kini juga bermakna ‘pakaian’.
3.4. Jenis Perubahan Makna
Perubahan makna diklasifikasikan atas beberapa jenis, yaitu;
a) perubahan makna meluas (generalisasi)
Generalisasi adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah 'makna', tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna- makna lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi perluasan makna,
- berkembangnya bidang aktivitas manusia
Aktivitas manusia yang semakin beraneka ragam menyebabkan kebutuhan akan konsep baru, tetapi tidak selamanya harus diperoleh dengan penciptaan kata baru, melainkan dengan memperluas komponen makna kata- kata yang sudah ada. Contoh: akar ‘bagian tumbuhan yang berfungsi untuk memperkokoh tumbuhan bersangkutan’ seiring dengan berkembangnya ilmu matematika, akar mendapatkan tambahan makna baru ‘penguraian pangkat’.
- rendahnya frekuensi penggunaan sebuah kata
Makna kata yang jarang digunakan akan dipindahkan ke bentuk imbangannya yang frekuensi pemakaiannya lebih tinggi. Contoh; kakak ‘saudara sekandung atau memiliki hubungan darah’ tapi sekarang meluas ‘sebutan untuk orang walaupun tidak sedarah’.
b) perubahan makna menyempit (spesialisasi)
Spesialisasi adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Kata-kata asing biasanya mengalami penyempitan makna dalam bahasa yang menerimanya. Contoh; madrasah ‘sekolah’ dipersempit menjadi ‘sekolah islam’.
c) perubahan makna membaik (ameliorasi)
Ameliorasi (berasal dari bahasa latin melor ‘lebih baik‘) adalah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih baik nilainya daripada makna lama. Contoh; mengandung lebih baik dari pada bunting, suami-istri lebih baik dari pada laki-bini.
d) perubahan makna memburuk (peyorasi)
Peyorasi (berasal dari bahasa latin pejor ‘jelek’) adalah kebalikan dari ameliorasi. Peyorasi yaitu makna baru dirasakan lebih rendah nilainya dari arti yang lama. Contoh; bunting lebih rendah pemakaiannya dari pada hamil, begitu juga dengan pembantu lebih rendah dari pada pramuwisma.
Elemen-elemen bahasa yang masih hidup atau digunakan serta dikembangkan oleh para penuturnya akan selalu mengalami perubahan. Bahasa akan berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran manusia begitu juga dengan maknanya.
Makna sebuah kata atau leksem secara sinkronik tidak akan berubah dan secara diakronik memiliki kecenderungan bisa berubah. Menurut Wijana (2008) elemen bahasa yang mudah berubah disebut bersifat terbuka, sedangkan elemen yang tidak mudah berubah disebut sifat tertutup.
3. Pengembangan Materi
3.1. Faktor Perubahan Makna (Djajasudarma, 1993:62-63)
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya perubahan makna menurut Sapir yang dikutip oleh Ullmann (1972:193), antara lain:
a) bahasa berkembang seperti yang dikatakan oleh Mailet “this continous way from one generation to another”,
b) makna kata sendiri itu samar, kacur (bisa ‘racun’ atau bisa ‘dapat’ ? tanpa konteks tidak jelas maknanya,
c) kehilangan motivasi (loss of motivation),
d) adanya makna ganda,
e) karena ambigu (ketaksaan) “amoiguos context”,
f) struktur kosa kata.
3.2. Proses yang Menyebabkan Perubahan Makna
Perubahan makna merupakan akibat hasil proses yang disebabkan oleh sebagai berikut;
a) hubungan sintagmatik
- kekeliruan pemenggalan morfem-morfemnya
Contoh: pramugari berasal dari pra + gari ‘pembantu tuan rumah pada peralatan’, dipenggal menjadi pramu + gari. Bentuk pemenggalan tersebut salah, tetapi dari pemenggalan tersebut dihasilkan bentuk- bentuk lain dengan analogi. Misalnya pramuwisma dan pramuniaga.
- persandingan yang lazim (teradat), yang disebut kalokasi
Contoh: nasib yang dapat bersanding dengan baik dan buruk, dan yang lebih sering muncul adalah nasib buruk.
- penghilangan salah satu unsurnya
Contoh: acuh tak acuh yang berarti ‘tidak menghiraukan’ menjadi acuh dengan arti sama yaitu ‘tidak menghiraukan’.
b) rumpang di dalam kosa kata
- menyempitkan maknanya
Contoh: peneliti ‘penilik’ memiliki makna ‘seorang ilmuan’.
- meluaskan makna satuan leksikal
Contoh: bentuk kandung pada ayah kandung, padahal ayah tidak pernah bersalin atau mengandung.
- memakai metafor atau kiasan
Contoh: lapisan (masyarakat) yang dimaksudkan adalah kelas-kelas (masyarakat).
- acuan yang ada di luar bahasa
Contoh: bentuk kereta api yang acuannya berkembang dari kereta yang tergerak dengan tenaga uap ke kereta dengan sumber tenaga listrik atau diesel.
c) perubahan konotasi
Perubahan konotasi adalah tautan pikiran yang menyertai makna kognitif, sangat bergantung kepada pembicara, pendengar, dan situasi (keadaan, peristiwa, proses) yang melingkupi. Contoh pesangon jika dibandingkan dengan uang pengusir.
d) peralihan dari pengacuan yang konkret menuju abstrak
Contoh: memeluk ‘gerakan tangan melingkar’ menjadi memeluk ‘mengikuti aliran kepercayaan atau agama’.
e) gejala sinestesia
Sinestesia adalah penggabungan dua macam tanggapan pancaindera terhadap satu hal yang sama (Djajasudarma, 1993:74). Contoh; mata tajam terjadi penggabungan indera penglihatan (mata) dengan indera perasa (tajam).
f) penerjemahan harfiah
Penerjemahan kata dari bahasa lain akan diperoleh arti (makna) baru yang tidak dimiliki sebelumnya.
- kata kuno: satuan leksikal (kata, frase, bentuk majemuk) yang; kehilangan acuannya di luar bahasa, mempunyai konotasi masa yang silam, berasal dari leksikon bahasa pada taraf sebelumnya, masih dapat dikenali secara tepat ataupun kurang tepat oleh penutur bahasa yang bersangkutan. Contoh bentuk kuno; ganda ‘bau’ dan graha ‘rumah’.
- kata usang: satuan leksikon yang sarat dengan konotasi. Contoh; pelacur ‘tuna susila’ dan babu ‘pembantu rumah tangga (wanita)’.
3.3. Sebab Perubahan Makna
Perubahan makna terjadi dikarenakan oleh beberapa sebab, yaitu;
a) perkembangan ilmu dan teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata atau leksem. Contoh: perubahan makna sastra dari makna ‘tulisan’ menjadi sastra ‘karya imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna sastra itu berubah. Pandangan baru atau teori barulah yang menyebabkan sastra ‘buku yang baik isinya dan baik bahasanya‘ menjadi berarti ‘karya yang bersifat imaginatif kreatif’.
b) perkembangan sosial budaya
Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan terjadinya perubahan makna. Contoh; saudara dalam bahasa sansekerta bermakana ‘seperut’ atau ‘satu kandungan’. Kini saudara, sering digunakan untuk menyebut atau menyapa siapa saja yang dianggap sederajat atau berstatus sosial yang sama. Misal saudara diterima menjadi karyawan di perusahaan ini.
c) perbedaan bidang pemakaian
Kosa kata yang digunakan dalam bidang tertentu bisa saja digunakan dalam bidang lain atau menjadi kosa kata umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru atau makna lain disamping makna aslinya (makna yang berlaku dalam bidangnya). Contoh; menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan segala macam derivasinya, misal dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani penggarap, kini juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna ‘mengerjakan’ seperti misal dalam frase menggarap skripsi, dan menggarap generasi muda.
d) adanya persamaan sifat (asosiasi)
Menurut Djajasudarma (1993) yang dikutip dari Slametmuljana (1946), asosiasi adalah hubungan antara makna asli (makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan) dengan makna yang baru (makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa). Contoh; amplop ‘pembungkus surat’ menjadi amplop ‘pembungkus uang, khusus uang sogok’ dalam frase berikan amplop ini kepada juri agar tim kita menang.
e) pertukaran tanggapan indera (sinestesia)
Dalam penggunaan bahasa dapat terjadi pertukaran tanggapan alat indera yang satu dengan yang lain. Contoh; kata-katanya sangat pedas terjadi pertukaran dari indera pencecap menjadi indera pendengaran.
f) pengembangan istilah
Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi makna baru (menyempitkan makna kata tersebut, meluaskan, maupun memberi arti baru). Contoh; sandang yang semula bermakna ‘selendang’ kini juga bermakna ‘pakaian’.
3.4. Jenis Perubahan Makna
Perubahan makna diklasifikasikan atas beberapa jenis, yaitu;
a) perubahan makna meluas (generalisasi)
Generalisasi adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah 'makna', tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna- makna lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi perluasan makna,
- berkembangnya bidang aktivitas manusia
Aktivitas manusia yang semakin beraneka ragam menyebabkan kebutuhan akan konsep baru, tetapi tidak selamanya harus diperoleh dengan penciptaan kata baru, melainkan dengan memperluas komponen makna kata- kata yang sudah ada. Contoh: akar ‘bagian tumbuhan yang berfungsi untuk memperkokoh tumbuhan bersangkutan’ seiring dengan berkembangnya ilmu matematika, akar mendapatkan tambahan makna baru ‘penguraian pangkat’.
- rendahnya frekuensi penggunaan sebuah kata
Makna kata yang jarang digunakan akan dipindahkan ke bentuk imbangannya yang frekuensi pemakaiannya lebih tinggi. Contoh; kakak ‘saudara sekandung atau memiliki hubungan darah’ tapi sekarang meluas ‘sebutan untuk orang walaupun tidak sedarah’.
b) perubahan makna menyempit (spesialisasi)
Spesialisasi adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Kata-kata asing biasanya mengalami penyempitan makna dalam bahasa yang menerimanya. Contoh; madrasah ‘sekolah’ dipersempit menjadi ‘sekolah islam’.
c) perubahan makna membaik (ameliorasi)
Ameliorasi (berasal dari bahasa latin melor ‘lebih baik‘) adalah perubahan makna yang mengakibatkan makna yang baru dirasakan lebih baik nilainya daripada makna lama. Contoh; mengandung lebih baik dari pada bunting, suami-istri lebih baik dari pada laki-bini.
d) perubahan makna memburuk (peyorasi)
Peyorasi (berasal dari bahasa latin pejor ‘jelek’) adalah kebalikan dari ameliorasi. Peyorasi yaitu makna baru dirasakan lebih rendah nilainya dari arti yang lama. Contoh; bunting lebih rendah pemakaiannya dari pada hamil, begitu juga dengan pembantu lebih rendah dari pada pramuwisma.
No comments:
Post a Comment