Analisis Puisi Mochtar Lubis "Jalan Tak Ada Ujung"
Di dalam sastra, kehidupan
yang ada di dunia nyata ‘ditransfer’ melalui penokohan tokoh yang merupakan
unsur terpenting pembangun cerita. Transfer yang dilakukan oleh pengarang
melalui pemikiran-pemikirannya tersebut sesuai dengan apa yang ia tangkap
dengan alat indria yang dimiliki. Pengarang yang baik ialah pengarang yang
mampu secara tepat dan proporsional melakukan transfer segala sesuatu yang ada
di dunia realita ke dalam dunia sastra—fiksi. Penyampaian tersebut biasanya
melalui unsur-unsur instrinsik yang ada di dalam cerita, dan yang paling banyak
melalui penokohan tokoh di dalam cerita tersebut.
Salah satu cerita fiksi yang kuat
dalam menampilkan dunia nyata ke dalam dunia rekaan melalui penokohan tokohnya
adalah Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis. Pengarang menampilkan seorang
tokoh utama bernama Guru Isa yang mengalami banyak pergolakan di dalam
lika-liku kehidupannya. Terutama pergolakan batin.
Pergolakan batin tersebut dapat
dianalisis dengan menggunakan teori-teori Psikologi Kepribadian (menguraikan tentang pribadi manusia
beserta tipe/macam kepribadian manusia). Hal ini disebabkan oleh adanya sikap
yang kurang normal yang ditunjukkan Guru Isa ketika ia menghadapi kehidupannya.
Ketidaknormalan yang dimaksud selanjutnya akan penulis sampaikan melalui kelompok
kutipan-kutipan cerita dan analisis dengan menggunakan teori-teori yang ada di
dalam Psikologi Kepribadian.
***
Dalam buku Pengantar Psikologi
Umum, disebutkan bahwa Psikologi berasal dari kata psyche (jiwa) dan logos
(ilmu), jadi psikologi adalah ilmu tentang jiwa. Arti jiwa ada tiga, yaitu: (1)
kekuatan yang menyebabkan hidupnya manusia, (2) kekuatan yang menyebabkan
manusia berfikir, berperasaan dan berkehendak, dan (3) kekuatan yang
menyebabkan manusia mengerti/insyaf akan segala gerak “jiwanya”.
Kepribadian dalam Alwisol
(2004: 2) adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi
satu kesatuan. Setiap manusia (bahkan semua makhluk hidup) mempunyai jiwa.
Hanya saja bentuknya saja yang berbeda.
Hal yang membedakan jiwa manusia
dengan jiwa makhluk hidup lainnya terletak pada nalarnya (atau biasa disebut
budi: rasa, karsa, dan karya) untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Jika
hewan mempunyai insting (naluri), maka manusia mempunyai feeling (perasaan)
untuk merespon segala sesuatuyang ada di dalam dirinya sendiri maupun di luar
dirinya (lingkungan hidupnya). Tetapi manusia pun mempunyai naluri yang juga
dimiliki hewan (untuk makan, minum, terlindungi dari habitat, dan nafsu
seksual).
Menurut Freud (dalam Alwisol
2004: 17-18) kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious),
prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Yang dimaksud dengan conscious
adalah tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang diri kita (self) cermati
pada saat tertentu, yang merupakan hasil penyaringan yag diatur oleh stimulus.
Sedangkan preconscious disebut
juga ingatan siap yang merupakan tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara
sadar dan tak sadar. Di dalam preconscious terdapat pengalaman yang ditinggal
oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi diceramati, sehingga
hal tersebut dipindah (ditekan) ke daerah prasadar. Di bagian inilah manusia
akan mengalami apa yang disebut sebagai mimpi.
Sementara itu unconscious berisi
insting, impuls, drives yang dibawa dari lahir, dan pengalamanpengalaman
traumatik ditekan oleh kesadaran ke daerah tak sadar. Isi atau materi
ketidaksadaran memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan terus dalam
ketidaksadaran yang dapat mempegaruhi dan mengatur tingkah laku (yang kuat tapi
tetap tidak disadari).
Di dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung, tokoh Guru Isa sering sekali bermimpi buruk. Apalagi setelah melihat
dengan mata kepala sekaligus terlibat langsung dalam baku tembak yang terjadi
di Jalan Asam Lama itu, Guru Isa selalu saja merasa ketakutan. Ia dihantui oleh
tewasnya seorang Cina yang berlumuran darah kena tembak, serta jeritan-jeritan
panik orang-orang di sekitarnya. Ketakutan itu selalu dibawanya hingga di dalam
mimpinya sehingga ia sering mimpi buruk.
Guru Isa selalu menutupi
ketakutan tersebut dengan sikap pendiamnya yang ternyata menyimpan berbagai
pikiran, fantasi dan kecemasan akan hidupnya (terutama kehidupan seksualnya).
Kurangnya asupan gizi ke dalam tubuhnya menambah kondisi psikis Guru Isa
semakin parah.
Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan-kutipan berikut:
1.
Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecah
kesunyian pagi Guru Isa sedang berjalan kaki menuju sekolahnya di Tanah Abang.
Selintas masuk ke dalam pikirannya rasa was-was tentang keselamatan anak dan
istrinya. Ah, Fatimah akan hati-hati, pikirnya kemudian...(hal. 8).
2.
Isa teringat
pada istrinya, dan sebentar dia bertanya pada dirinya sendiri, apakah yang akan
dilakukannya jika rumah mereka digeledah, dan serdadu kasar menggeledah
istrinya? (hal. 12).
3.
…Dalam hatinya
timbul rasa tidak enak ketika membayangkan dirinya terbaring di tanah
berlumuran darah, mengerang-ngerang kesakitan. Pemandangan demikian melukai
hatinya yang lembut…(hal. 13).
4.
Tiba-tiba ia
teringat kembali pertempuran di Jalan Asam Lama. Di matanya terbayang orang
Tionghoa yang kena tembak. Darah mengalir. Dia membayangkan dirinya kena tembak
demikian, dan perasaan tidak enak masuk ke dalam dirinya…(hal. 27).
5. …Dia ingat enam bulan setelah mereka
kawin. Pertama-tama kali dia tidak kuasa meladeni istrinya. Telah lama terasa
padanya tenaganya sebagai laki-laki berkurang…Dan esok malamnya. Kembali dia
tidak sanggup. Wajah istrinya yang seakan mengumpat! Hinggga akhirnya jiwanya
terpengaruh. Hingga sekarang…Dan dokter mengatakan, bahwa impotensinya adalah
semacam psychischenya sendiri. Yang dapat mengobatinya hanya jiwanya sendiri.
Atau sesuatu di luar yang dapat melepaskan tekanan jiwanya yang merasa tidak
kuasa (hal. 29).
6. Guru Isa tidak tahu apabila dia jatuh
tertidur. Ia bermimpi penembakan di Jalan Asam Lama kembali. Terang
sebaai menonton bioskop dia melihat dirinya berjalan, kemudian jeritan siaap!
Siaap! Bunyi tembakan, dan orang Tionghoa yang berlumuran darah…(hal. 35).
***
Galenus dalam Sumadi Suryabrata
(2005: 11) berpendapat mengenai cairan badaniah (yang tentunya berhubungan
dengan makanan yang dikonsumsi oleh seseorang). Jika (salah satu atau beberapa)
cairan yang ada di dalam tubuh melebihi (lebih dominan) proporsi yang
seharusnya , maka akan mengakibatkan adanya sifat-sifat kejiwaan yang khas
dalam diri seseorang.
Di dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung diceritakan bahwa Guru Isa sering tidak sarapan ketika akan berangkat
mengajar ke sekolah. Ia gemar minum air putih sebanyak-banyaknya untuk mengganjal
perutnya yang keroncongan. Setiba di rumah ia pun jarang maka, sebab tidak ada
makanan (yang bergizi) untuk dimakan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi
ekonomi keluarganya. yang pas-pasan. Kurangnya asupan gizi ke dalam tubuhnya
menambah kondisi psikis Guru Isa semakin parah.
Keadaan tersebut secara tidak
langsung dan tanpa disadari berpengaruh terhadap tingkah lakunya yang sering
diam, cemas, gemetar, berkhayal/berfantasi, melakukan hal-hal yang tidak
dikehendaki, tidak dapat berfikir jernih dan rasional, tertekan, dan pada
akhirnya ia juga mengalami impotensi. Hal itu disebabkan oleh kurangnya tenaga
untuk menggerakkan aktivitas yang dibutuhkan jaringan-jaringan yang ada di
dalam tubuhnya.
Hal tersebut juga dapat
ditunjukkan kutipan berikut:
…Tangan kirinya memukul-mukul perutnya—sudah
diisi sekarang, jangan keroncongan lagi—kata tangan itu pada perutnya yang
kosong, belum makan dari pagi. Dan sekarang sesuatu dalam perutnya itu telah
berhenti menggelepar. Tubuh yang lemas sekarang dirasanya agak segar...(hal.
24-25).
***
Di dalam psikologi dikenal
usaha-usaha prailmiah untuk mengetahui kepribadian seseorang melalui Grafologi (Sumadi
Suryabrata, 2005: 7-8), yaitu ilmu tentang tulisan tangan. Dasar pikiran grafologi:
segala gerakan yang dilakukan oleh manusia merupakan ekspresi kehidupan jiwanya
(termasuk kegiatan menulis atau coret-coret), dan selanjutnya tulisan dari
hasil menulis/mencoret-coret itu merupakan bentuk ekspresi kehidupan jiwa.
Di dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung diceritakan bahwa Guru Isa juga mempunyai perilaku menulis dalam bentuk
coret-coret. Untuk lebih konkritnya dapat dilihat dari kutipan berikut:
…Tangannya memainkan pena yang masih basah
dengan tinta merah, dan dia mencoret-coret kertas penutup meja dengan pena itu
(hal. 18).
Dari kutipan di atas tampaknya
dapat dijadikan sebagai salah satu patokan ukur sikap jiwa Guru Isa yang tampil
sebagai sosok pribadi yang sering berkata, bertanya, dan berfikir sendirian. Perilaku
tersebut menurut Jung dalam Sumadi Suryabrata (2005: 162) disebut sikap yang introvert(s)t.
Orang yang mempunyai sikap introvert
biasanya dipengaruhi oleh dunia subyektif (dunia yang ada di dalam dirinya
sendiri). Orientasi terutama tertuju ke dalam: pikiran, perasaan, dan
tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif, tipe
orang yang mempunyai sikap jiwa jenis ini biasanya kurang baik penyesuaiannya
dengan dunia luar, jiwanya tertutup, sukar bergaul, sulit berhubungan dengan
orang lain (masyarakat), dan kurang dapat menarik hati orang lain. Hanya
penyesuaian dengan batinnya saja yang baik.
***
Manusia muncul ke dunia
sebagai makhluk individu yang dibekali hal-hal pribadi sejak ia dilahirkan.
Selain itu sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa
bantuan dari manusia lainnya. Untuk itulah tercipta tata hidup yang disetujui
bersama dengan tujuan menciptakan kenyamanan hidup. Tata hidup biasanya
tertuang pada norma atau hukum. Norma atau hukum tersebut harus ditaati
bersama, dan jika ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi secara pidana,
perdata, atau susila (hukuman yang diberikan masyarakat seperti cemoohan,
pengucilan, dan sebagainya).
Bahnsen dalam Sumadi
Suryabrata (2005: 65) menyebutkan (daya) susila adalah kecakapan manusia untuk untuk
membedakan dan meyakini hal-hal yang baik dan yang buruk dalam berbagai bentuk
seperti adil-tidak adil, patut-tidak patut, susila-asusila, dan sebagainya. Hal
tersebut untuk mengatur tingkah lakunya sesuai dengan tata susila yang ada,
berlaku serta disepakati bersama. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan
kutipan dalan novel Jalan Tak Ada Ujung berikut:
…Buku tulis mahal di luar Dan di rumah uang
telah habis. Jika diambilnya sebungkus, tidak ada orang yang akan tahu,
pikirnya. Dan dengan uang itu dia akan dapat membeli beras…(hal.23-24).
Dari kutipan di muka, dapat
dilihat bahwa Guru Isa sedang menghadapi gejolak di dalam dirinya untuk
mengambil buku tulis atau tidak. Jika ia mengambil berarti ia mencuri, tetapi
kebutuhan ekonomi rumah tangganya terpenuhi. Namun jika tidak ia ambil Guru Isa
akan melakukan hal benar terpuji, dan ia harus masih menanggung beban rumah
tangga yang menghimpit serta menekannya karena istrinya, Fatimah, pasti akan
terus menuntut.
Daya susila Guru Isa dapat dibilang
lemah. Sebab pada akhirnya ia mengambil juga buku tulis itu dan menjualnya ke
pasar untuk kemudian uangnya digunakannya untuk membeli kebutuhan rumah
tangganya. Masalah hal tersebut salah atau benar, baik atau buruk—telah
dilupakannya, menjadi angin lalu saja.
***
Di dalam diri (jiwa) Guru Isa
terseliplah seni dan diri yang kreatif. Kegemarannya mendengarkan lagu-lagu
Cophin dan menggesek biola merupakan bukti apresiasinya terhadap seni. Adler
dalam Sumadi Suryabrata (2005: 191) menyatakan bahwa diri yang kreatif
merupakan penggerak utama, pegangan filsafat (yang di dalamnya juga idealisme/cita-cita),
sebab pertama bagi semua tingkah laku.
Diri yang keratif tidak dapat
dijelaskan atau disaksikan secara langsung, tetapi dapat dilihat lewat
masifestasinya. Diri yang kretif tersebut yang memberi arti kepada hidup
seseorang, yang menetapkan tujuan serta membuat alat untuk mencapainya. Untuk
lebih jelasnya perhatikan kutipan cerita di dalam novel Jalan Tak Ada Ujung berikut:
…Ada sesuatu dalam lagu-lagu Chopin yang
menggetarkan tali jiwanya. Perasaan-perasaan yang dia sendiri tidak dapat
menganalisanya dengan terang (hal. 26).
Musik dan lagu termasuk seni. Seni
dapat memberikan banyak ‘kekuatan’ terhadap diri seseorang yang tanpa disadari
dapat ‘memperhalus’ tingkah lakunya (terutama secara psikologis). Guru Isa pun
memiliki kehalusan dan kekuatan yang mengendap dan tanpa disadari akan keluar
di suatu ketika. Mungkin sikap Guru Isa yang selama ini terlihat serta yang
dianggap lemah bukanlah introvert dan ketidakberdayaan, tetapi endapan kekuatan
yang dapat ‘meledak’ di suatu saat yang diperlukan
***
Freud dalam
Alwisol (2004: 19-21) juga mengenalkan tiga struktur lagi yang disebut dengan id,
ego dan superego. Yang dimaksud dengan id adalah system kepribadian yang asli
dan dibawa seseorang sejak lahir. Id berada dan beroperasi dalam daerah
unconscious, mewakili subjektivitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia.
Id beroperasi
berdasarkan prinsip kenikamatan (berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari
rasa sakit). Bagi Id, kenikamatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau
tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan
energi yang mendambakan kepuasaan.
Ketika ada stimuli
yang memicu energi untuk bekerja (berkegiatan/beraktivitas), id beroperasi
dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu,
mengembalikan diri ke tingkat energi yang rendah. Prinsip kenikmatan diproses
dengan dua cara, yaitu tindak refleks (reaksi otomatis yang diibawa sejak lahir
seperti mengedipkan mata untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan
biasanya segera dapat dilakukan) dan proses primer (reaksi
membayangkan/mengkhayalkan sesuatu yang dapat mengurangi/menghilangkan
tegangan, dipakai untuk menghilangkan tegangan).
Proses membentuk
gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan disebut wish fulfillment
(pemenuhan hasrat), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik. Id hanya
mampu membayangkan sesuatu, tidak dapat membedakan khayalan dengan realita yang
benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak menilai menilai/membedakan
benar-salah, tidak tahu moral. Untuk itu Id sangat memerlukan kehadiran Ego.
Ego berkembang
dari Id agar seseorang mampu menangani realita; sehingga Ego beroperasi
mengikui prinsip reality principle (pemenuhan hasrat). Daerah operasi Ego berada
di kesadaran, namun ada sebagian kecil Ego beroperasi di daerah prasadar dan
daerah tak sadar (kemungkinan terjadi ketika seseorang dapat mengendalikan
‘laju’ mimpinya sendiri ketika ia bermimpi).
Sebagai pelaksana,
Ego mempunyai dua tugas, yaitu: (1) memilih stimuli mana yang hendak direspon
dan insting mana yang akan dipuaskan sesuai prioritas kebutuhan, dan (2) menentukan
kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang
yang resikonya minimal. Hal ini juga dapat dihubungkan dengan pemenuhan seksual
seseorang.
Sedangkan Superego
adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai idealistic
principle (prinsip idealistik) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan
prinsip realistik Ego. Superego bersifat nonrasional dalam menuntut
kesempurnaan, menghukum dengan keras Ego, baik yang telah dilakukan maupun baru
dalam fikiran. Superego juga seperti Ego hal mengontrol Id, bukan hanya menunda
pemuasan tetapi merintangi pemenuhannya.
Fungsi Superego
paling tidak ada tiga. Ketiga fungsi tersebut antara lain: (1) mendorong Ego
menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik, (2)
merintangi impuls Id terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan
dengan standar nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.
Untuk lebih jelas
perhatikan kutipan-kutipan cerita di dalam novel Jalan Tak Ada Ujung berikut:
1. …Melihat anak-anak muda itu membawa pistol timbul
rasa kecut hatinya. Tetapi bagaimana dia akan menolak? Jika ditolaknya, dia
akan disyak dan dimusuhi orang sekampung. Lebih hebat dia mungkin dituduh
mata-mata musuh. Dan semua akibatnya. Dia takut. Karena itu dia pergi
juga…(hal. 38).
2. Guru Isa merasa tubuhnya kaku dan menjadi
dingin. Rasa panik mencekam hatinya. Jantungnya mendenyut sakit…(hal.
148).
3. …Dan mereka datang kembali. Setiap kali Guru
Isa hendak mengaku, tetapi selamanya dia tidak bisa berbicara, pukulan yang
mendahului pengakuannya membikin dia tidak berdaya (hal. 161).
4.
…Dia telah menguasai dirinya sendiri. Tiada benar dia tidak takut lagi. Tetapi dia telah damai dengan
takutnya…(hal. 164, par. 4). …merasa darah mengalir segar dan panas di seluruh
tubuhnya, seluruh urat-uratnya keras, kuat dan panas—maka dia
tahu…Kelaki-lakiannya telah kembali! (hal. 164, par. 5).
5.
…Dan ketika dia mulai mengerti, mula-mula dia amat
marah. Marah dan ingin menghancurkan Hazil dan Fatimah…(hal. 123).
Dari kutipan dapat diketahui pula bahwa Guru
Isa juga mempunyai ketakutan atau kecemasan di dalam kehidupannya, yang dapat
mempengaruhi langkah-langkah yang diambil dalam hidupnya di masa mendatang. Kecemasan
(keanehan yang mengkhawatirkan) tersebut mempunyai istilah das unheimliche (Freud
dalam Murywantobroto, 2007: 8).
Kecemasan dalam Murywantobroto dibedakan
menjadi tiga (2007: 11-12). Ketiga kecemasan tersebut yaitu kecemasan: realistik
(berasal dari peristiwa nyata di dunia eksternal dan dipersepsi oleh Ego),
neurotik (berasal dari Id dan sering membingungkan), dan moralistik (muncul
dari Superego dan merupakan suara hati yang memberitahukan bahwa ada sesuatu
yang tidak beres).
***
Agama merupakan hak asasi yang paling asasi
yang dimiliki oleh manusia. Sebagai makhluk hidup, hanya manusialah yang
memiliki agama. Ada
dan perlunya agama di dalam kehidupan manusia adalah sebagai dasar keyakinan
dan pedoman hidupnya sebagai landasan berfikir, bertindak/berperilaku dan
sebagainya. Hal inilah yang juga membedakan manusia dari makhluk lain, bahwa manusia
mempunyai adab perilaku.
Spranger dalam Sumadi Suryabrata (2005: 91)
berpendapat bahwa inti dari hal keagamaan terletak dalam pencarian terhadap
nilai tertinggi dari keberadaan ini; seseorang yang belum mantap akan hal ini
maka belumlah mencapai apa yang seharusnya dikejarnya, orang tersebut belum
mempunyai dasar yang kuat bagi hidupnya.
Seseorang
dikatakan beragama—beriman, jika ia telah mampu melaksanakan peintah dan
menjauhi larangan Tuhan. Bagi orang yang beriman, segala sesuatu diukur dari
segi artinya begi kehidupan rohaniah secara pribadi, yang ingin mencapai
keselarasan antara pengalaman batin dari arti hidup ini.
Kehidupan
keagamaan Guru Isa di dalam cerita kurang kuat, dan tidak mendapatkan perhatian
utama. Sehingga sebagai manusia yang jauh dari Tuhannya seringkali ia
dihadapkan pada dilema yang tidak sanggup diatasi dengan pikiran dan perasaan
jernih—rasional, tetapi penuh ketakutan serta fantasi yang berlebihan
(mengadakan hal yang tiada). Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan cerita di
dalam novel Jalan Tak Ada Ujung berikut:
…Soal agama tidak merupakan faktor dalam
pikiran yang menahan Fatimah mencari kepuasan di luar rumahnya, karena dia
sendiri tidak sembahyang. Seperti Guru Isa juga….(hal. 62).
***
Uraian-uraian di atas
merupakan analisis yang masih sederhana dengan menggunakan teori-teori yang
juga masih sedikit—sederhana. Dari kutipan-kutipan di muka dapat diketahui
bahwa jalan hidup Guru Isa begitu berliku-liku. Kita juga dapat memetik hal
yang positif dari bentangan sikap Guru Isa di di dalam novel Jalan Tak Ada
Ujung.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi
Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Murywantobroto.
2007. Mengenal Psikoanalisis Freud: Das Unheimliche. Semarang: IKIP PGRI.
No comments:
Post a Comment