About

Kajian Pragmatik



A. Kajian Pragmatik
Pragmatik adalah telaah mengamati segala aspek makna yang tidak tercangkup dalam teori semantik atau dengan perkataan lain memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran yang diucapkan.
Menurut wijaya (dalam Rohmadi, 2004;2) Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan bahasa digunakan dalam komunikasi.
Gunawan (Rustono, 1999;2) Pragmatik adalah mengenai hubungan diantara tanda (lambing) dan penefsiranya. Pragmatik adalah kajian tentang hubungan-hubungan diantara bahasa dan konteks yang merupakan dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa (Tarigan 1984;63)
Pragmatik adalah kajian tentang dieksis paling tidak sebagian implikatur, pranggapan,tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Rustono 1999;3) pentingnya dan sentralnya itu tampak dalam analisis penegasan yang lainya. Bahkan dikatakan pula jika dalam kajian pragmatik tidak berdasarkan analisisnya pada tindak tutur  itu sebenarnya bukan kajian pragmatic yang sesungguhnya.
Menurut Moris dalam tarigan (1938;6) telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsiran. Teori pragmatic menjelaskan alasan-alasan atau pemikiran para pembicara dan penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat proposisi (rencana atau masalah).

B. Analisis Pragmatik
Analisis pragmatic dapat berupa analisis bahasa berdasarkan sudut pandang pragmatik. Karena pragmatic mengungkapkan maksud tuturan di dalam peristiwa komunikasi, analisis pragmatic berupaya menemukan maksud penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat dibalik tuturan, maksud atau tuturan yang implikatif hanya dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara kongkret dengan mempertimbangkan situasi tutur (Rustono, 1999;18)  .

C. Tindak tutur
Menurut Rustono (1990;32) tindak tutur merupakan hal penting dalam kajian pragmatic menganjurkan sebuah tuturan tertentu dapat dipandang sebagai melakukan tindakan mempengaruhi, menyuruhi, disamping mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu kegiatan melakukan tindakan mengujarkan itulah yang merupakan tindak tutur.

D. Jenis-jenis tindak tutur
Berkenaan tentang tutur secara ringkas Gunawan dalam (Rustono, 1999;35) menyebutkan tiga tindakan dengan istilah Lokusi. Ilokusi, dan Perlokusi.

1. Tindak lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.Tindak tutur ini sering disebut sebagai The Act of Saying Something. Sebagai contoh tindak lokusi adalah kalimat berikut: (1) Mamad belajar membaca,  (2) Ali bermain piano. Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpada tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya.Tindak lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diindentifikasi, karena dalam pengidentifikasian tindak lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya.

2. Tindak Ilokusi
Tindak ilakusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau mengintormasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu.Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Sebagai contoh pada kalimat berikut:
(3) Yuli sudah seminar proposal skripsi kemarin. (4) Santoso sedang sakit. Kalimat (3) jika diucapkan kepada seorang mahasiswa semester XII, bukan hanya Sekadar memberikan informasi saja akan tetapi juga melakukan sesuatu, yaitu memberikan dorongan agar mahasis­wa tadi segera mengerjakan skripsinya. Sedangkan kalimat (4) jika diucapkan kepada temannya yang menghidupkan radio dengan volume tinggi, berarti bukan saja sebagai informasi te­api juga untuk menyuruh agar mengecilkan volume atau mematikan radionya.Tindak ilokusi sangat sulit diidentifikasi ka­rena terlebih daihuhi harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tuturnya.


3. Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraan­nya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tuturnya.Tin­dak perlokusi disebut sebagai The Act of Affecting Someone.Sebuah tuturan yang diutarakan seseorang sering kali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang men­dengarnya.Efek yang timbul ini bisa sengaja maupun tidak se­ngaja. Sebagai contoh dapat dilihat pada kalimat berikut: (5) Kemarin ayahku sakit. (6) Samin bebas SPP  Kalimat (5) jika diucapkan oleh sese­orang yang tidak dapat menghadiri undangan temannya, maka ilokusinya adalah untuk meminta maaf, dan perlokusinva adalah agar orang yang mengundangnya harap maklum. Se­dangkan kalimat (6) jika diucapkan seorang guru kepada mu­rid-muridnya, maka ilokusinya adalah meminta agar teman-temannya tidak iri, dan perlokusinya adalah agar teman-teman­nya memaklumi keadaan ekonomi orang tua Samin. Tindak perlokusi juga sulit dideteksi, karena harus me­libatkan konteks tuturnya.Dapat ditegaskan bahwa setiap tuturnya dari seorang penutur memungkinkan sekali mengandung lokusi saja, dan perlokusi saja.Namun tidak menutup kemungkinan bahwa satu tuturan mengandung kedua atau ketiganya sekaligus.


E. Konteks Wacana.
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa.Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.
1.      Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik.
2.      Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.
3.      Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.


SISTEMATIKA PENULISAN

                      
Pragmatik adalah kajian mengenai kemampuan pengguna bahasa untuk menyesuaikan kalimat dengan konteks sehingga kalimat itu patut di ujarkan (Rustono,1999:2).
Pragmatik adalah kajian tentang deiksis paling tidak sebagian implikatur, penanggapan tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Rustono,1999:3).
Menurut purwo (1999:6) pragmatic adalah ilmu yang mengenai aspek-aspek makna yang tidak tercakup didalam teori semantik. Hal ini memberikan gambaran bahwa pragmatic mempelajari bahsa sebagaimana digunakan dalam realitas kehidupan manusia untuk berbagai macam tujuan sesuai dengan keterbatasan kemampuannya. Jelaslah bahwa pragmatic tidak dapat melepaskan diri dari masalah penggunaan bahasa didalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya dan sentralnya itu dampak dalam analisis topic pragmatic yang lainya. Bahkan dikatakan pula jika dalam kajian pragmatic tidak mendasarkan analisisnya pada tindak tutur, itu sebenarnya bukan kajian pragmatikyang sesunguhnya.
Menurut Morris dalam Tarigan (1938:6) telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsiran. Teori pragmatic menjelaskan alasan-alasan atau pemikiran para pembicara dan penyimak dalam menyusun kolerasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan proposisi (rencana atau masalah



Analisis Pragmatik
Analisis pragmatic dapat berupa analisis bahasa berdasarkan sudut pandang pragmatic, karena pragmatic mengungkapkan maksud tuturan didalam peristiwa komunikasi. Analisis pragmatic berupaya menemukan maksud penutur, baik yang di ekspresi secara tersurat maupun yang diungkapkan secra tersirat di balik tuturan. Maksud atau tuturan terutama yang implikatur hanya dapat dikenali melalui penggunaan bahasa secara konkret dengan mempertimbangkan komponen situasi tutur (Rustono,1999:18)
Masih menurut Rustono, sasaran analisis pragmatic dapat berupa wacana panjang, dapat pula berupa wacana pendek, bahkan wacana di identifikasi dengan mempertimbangkan komponen situasi tutur yang mencakup penutur, mitra tutur, tujuan, konteks, tuturan sebagaimana aktivitas, dan tuturan sebagai tindakan verba. Kajian pragmatic yang tidak berdasarkan analisis pada tindak tutur bukanlah kajian pragmatic dalam arti yang sesungguhnya.

No comments: