analisis yang berasal dari rasa kepenasaran yang mengakibatkan rasa keingin tahuan tentang puisi kutukan asu karya Sindhunatha dari kumpulan Air kata=kata. rasa ingin memberontak dalam hal positif yaitu berkarya, sehingga ini adalah sebuah Puisi Kehidupan. harkat derajat manusia ittu sama akan tetapi yang membedakan hanya keimanan terhadap Tuhan YME.
Lebih jelasnya lihat analisis dibawah, sedangkan untuk puisinya sudah saya post di http://contoh-analisis-puisi.blogspot.com/2014/03/kutukan-asu-sindhunatha.html.
puisi dan analisi ini dapat memberikan manfaat tentang kehidupan bermasyarakat, baik kepada sesama, tumbuhan, hewan dan paling terpenting hubungan dengan Tuhan YME.
kami siap menerima kritikan yang sangat pedas asalkan dapat membangun di analisi berikutnya. SALAM BUDAYA...!!!
Gambar di dalam potongan teks puisi di bawah ini adalah binatang anjing. Gambar tersebut sesuai dengan judul dan isi teks puisi Kutukan Asu (di dalam bahasa Indonesia disebut anjing). Kata-kata yang dapat menunjukkan hal tersebut adalah Aku ini bukan binatang jalang, Aku ini hanya kewan omahan.
Lebih jelasnya lihat analisis dibawah, sedangkan untuk puisinya sudah saya post di http://contoh-analisis-puisi.blogspot.com/2014/03/kutukan-asu-sindhunatha.html.
puisi dan analisi ini dapat memberikan manfaat tentang kehidupan bermasyarakat, baik kepada sesama, tumbuhan, hewan dan paling terpenting hubungan dengan Tuhan YME.
kami siap menerima kritikan yang sangat pedas asalkan dapat membangun di analisi berikutnya. SALAM BUDAYA...!!!
Gambar di dalam potongan teks puisi di bawah ini adalah binatang anjing. Gambar tersebut sesuai dengan judul dan isi teks puisi Kutukan Asu (di dalam bahasa Indonesia disebut anjing). Kata-kata yang dapat menunjukkan hal tersebut adalah Aku ini bukan binatang jalang, Aku ini hanya kewan omahan.
Puisi Kutukan
Asu dapat dikatakan mengambil inspirasi dari puisi Aku karya Chairil Anwar. Kata-kata
di dalam potongan teks puisi di bawah ini yang dapat menunjukkan hal tersebut secara
menonjol adalah Aku ini bukan binatang
jalang sedangkan di dalam puisi Chairil Anwar kata-kata yang paling
mencolok adalah Aku ini binatang jalang keduanya
berbeda karena kata bukan.
Nama asu dan sifat asu biasanya identik dengan hal
negatif sebab selain diidentikkan dengan sifat menjilat sering sekali nama asu atau anjing digunakan sebagai
kata-kata misuh atau umpatan. Kata-kata
yang dapat menunjukkan hal tersebut di dalam potongan teks puisi di atas adalah
Aku ini asu, Asu Su, Pada manusia Su itu
baik, Sukarno artinya Karno yang baik, Suharto artinya Harto yang baik, dan
di dalam potongan teks puisi di bawah ini
Sutanto artinya Tanto yang baik, Mengapa padaku yang asu ini, Su itu artinya jelek,
maka padaku Su itu lalu berarti: bajingan maling gentho bangsat kecu biadab
durhaka terkutuk jahat dan penipu.
Gambar pola tangan seperti di dalam potongan teks puisi
di atas dapat diasumsikan sebagai profil anjing, antara jari manis dengan
jentik yang terpisah seperti keadaan mulut terbuka dan kedua ibu jari yang membentuk
pola telinga anjing. Di dalam potongan teks di atas dapat diketahui adanya
kisah percintaan antara Dayang Sumbi dengan Sangkuriang (yang dikenal sebagai
kisah cinta penderita Oedypus Complex Sindrome). Kata-kata yang dapat
menunjukkan hal tersebut adalah Dayang
Sumbi apakah hanya karena aku asu, maka bagimu Sangkuriang jadi Oedipus, anakmu
sekaligus suamimu.
Di dalam puisi Kutukan Asu diketahui
adanya kebebasan dan hak setiap orang untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Orang
yang dianggap baik maupun jahat mempunyai hak yang sama di hadapan Tuhan tanpa
pengecualian. Meskipun menjadi orang yang dianggap jahat ia bebas untuk
berkomunikasi dengan Tuhan. Hal tersebut dapat diketahui dari kata-kata Aku hanya asu kampungan, Namun aku juga
punya hak meradang menerjang, maneges di hadapan Allah Gusti Pangeran: Dhuh
Allah mesti senista itukah aku yang asu ini di dalam potongan teks puisi di
atas.
Gambar di dalam potongan teks puisi di bawah ini dapat
diasumsikan sebagai profil bentuk anjing dengan badan bersayap, ekor, dan kaki
seperti unggas serta berkepala manusia. Gambar menunjukkan peristiwa pengutukan
Dyah Purnamasidhi oleh Hyang Pramesthi. Hal tersebut juga dapat diketahui dari
kata-kata di dalam potongan teks puisi di bawah ini. Kata-kata yang dapat
menunjukkan hal tersebut adalah Dyah Purnamasidhi
jadi anjing, Hyang Pramesthi mengapa kau tega kau tega, mengutuk manusia
menjadi sona (yang dimaksud sona adalah anjing).
Di dalam potongan teks puisi di bawah ini dikisahkan pula
kesetiaan anjing (makna sebanernya yang berupa seekor binatang) pada
majikannya. Hal tersebut dapat diketahui dari kata-kata di dalam potongan teks puisi
di bawah ini. Kata-kata yang dapat menunjukkan hal tersebut adalah Aku adalah asu, Asu Su, Tapi pada Lek Juri
kubuktikan kesetiaanku, Lek Juri majikanku.
Kesetiaan tersebut sering dijadikan perumpamaan di
dalam masyarakat misalnya setialah
seperti anjing pada majikannya (sisi positif) atau jangan jadi penjilat seperti anjing (sisi negatif).
Di dalam potongan teks puisi di bawah ini dapat
diketahui pula kecintaan seseorang terhadap binatang (peliharaan). Hal tersebut
dapat diketahui dari kata-kata Ia tak
tega menyembelihku, ia memeluk aku yang dimakan rindu, meski aku juga masih
asu, Sejak itu Lek Juri tak mau lagi, jualan daging sesamaku asu.
Kecintaan serupa pun dapat ditemui di dalam
potongan teks puisi di bawah ini melalui kisah Xiang Tua dan anjing
peliharaannya. Hal tersebut dapat diketahui dari kata-kata Maka anjing-anjing harus dibunuh, Tapi Xiang Tua tak bersedia menaati
itu, Lelaki itu berpikir dengan logika petani sederhana katanya: Aku tak pernah
mendengar tentang suatu negara menjadi miskin, karena memelihara anjing dalam
masyarakat lama bahkan, para pengemis pun memiliki anjing.
Di dalam potongan teks puisi di bawah ini pun
dapat diketahui kecintaan Xiang Tua pada anjingnya. Kata-kata yang dapat
menunjukkan hal tersebut adalah Betapa
Xiang Tua sayang padaku, Namun aku tahu tak mungkin ia bertahan terhadap
tekanan milisi, yang bertugas membunuh aku. Perasaan sayang Xiang Tua pada
anjingnya itu ditunjukkan dengan penolakannya pada perintah penguasa untuk
membunuh anjing peliharaannya. Hal tersebut dapat ditunjukkan pula gambar kolo atau tali gantungan yang
melambangkan kematian atau pembunuhan di dalam potongan teks di bawah ini.
Di dalam potongan teks puisi di bawah ini dikisahkan
pula sebab berubahnya wajah rupawan Menak Jingga menjadi buruk menyerupai asu atau anjing. Hal tersebut dapat
diketahui dari kata-kata di dalam potongan teks puisi di bawah ini. Dayun aku Menak Jingga Ratu di Blambangan, tahukah
kau mengapa aku berwajah asu, Kebo Marcuet sempat menginjak-injak wajahku,
sampai rupaku jadi seperti asu.
Kisah berubahnya wajah rupawan Menak Jingga
menjadi buruk menyerupai asu atau
anjing dapat diketahui pula dari gambar di dalam potongan teks puisi di bawah
ini. Gambar tersebut merupakan sesosok manusia berwajah menyerupai anjing, kuku
tangan dan kakinya menyerupai kuku yang dimiliki binatang dalam posisi ingin
meraih rembulan (bulan sabit)
No comments:
Post a Comment