Kata style diturunkan dari kata stilus, yang semacam
alat menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan
mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tersebut. Istilah gaya
diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan
mengandung arti leksikan ‘alat untuk menulis’. pengertian cara seorang
pengarang menyampaikan gagasan dengan menggunakan media bahasa yang indah dan
harmonis serta menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya
intelektual dan emosi pembaca hal ini terkandung Dalam karya sastra istilah
gaya. (Purba, 2005:17).
Style artinya gaya. Stil mempunyai enam pengertian,
yaitu
1. Bungkus
yang membungkus inti penekanan sebelumnya,
2. Sekumpulan
isi pribadi,
3. Pilihan
diantara berbagai perjalanan yang mungkin,
4. Penyimpangan
norma atau kaidah, ,
5. Sekumpulan
karangan
6. Hubungan
antara satuan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas dari kalimat.
I.
Referensi
Referensi atau pengacuan merupakan
hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu
disebut deiksis sedangkan unsure-unsur yang diacunya disebut anteseden. Sifat
Referensi ada 2 macam yaitu:
1. bersifat
eksoforis (situasional) apabila mengacu ke anteseden yang ada diluar wacana,
2. bersifat
endoforis (tekstual) apabila yang diacunya terdapat di dalam wacana.
Referensi endoforis yang berposisi
sesudah antesedennya disebut referensi anaforis, sedangkan yang berposisi
sebelum antesedennya disebut referensi kataforis. Referensi dapat dinyatakan
dengan pronomina, yaitu kata-kata yang berfungsi untuk menggantikan nomina atau
apa-apa yang dinominakan. Pronomina dalam bahasa Indonesia dapat
diklasifikasikan atau dipilah sebagai berikut:
1.
Pronomina persona:
a. Persona
pertama (penyapa): saya, aku, kita, kami;
b. Persona
kedua (pesapa): engkau, kamu, kau, anda, kalian
c. Persona
ketiga (yang dibicarakan): ia, dia, mereka.
2.
Pronomina posesif: -nya dan pronomina persona yang
ditempatkan di belakang nomina.
3.
Pronomina demonstrative:
a. Penunjuk
endoforis: ini, itu, begitu, begini, segini, segitu;
b. Penunjuk
eksoforis: sini, situ, sana.
4.
Pronomina interogatif: siapa, apa, mana, kapan,
bagaimana, mengapa, berapa.
5.
Pronomina taktakrif: apa-apa, siapa-siapa, semua,
setiap.
II.
Substitusi
Substitusi mengacu ke penggantian
kata-kata dengan kata lain. Substitusi mirip dengan referensi. Perbedaannya,
referensi merupakan hubungan makna sedangkan substitusi merupakan hubungan
leksikal atau gramatikal. Selain itu, substitusi dapat berupa proverba, yaitu kata-kata
yang digunakan untuk menunjukkan tindakan, keadaan, hal, atau isi bagian wacana
yang sudah disebutkan sebelum dan sesudahnya juga dapat berupa substitusi
klausal.
III.
Elipsis
Elipsis merupakan proses
penghilangan satu bagian dari unsur kalimat. Elipsis juga merupakan penggantian
unsur kosong (unsur yang sebelumnya ada tetapi sengaja dihilangkan /
disembunyikan), tujuannya untuk mendapatkan kepraktisan bahasa, yaitu agar
efektivitas dan efesiensi bahasa. Elipsis biasanya dilakukan dengan
menghilangkan unsur-unsur wacana yang telah disebutkan sebelumnya.
IV.
Paralelisme
Paralelisme merupakan pemakaian
unsur-unsur gramatikal yang sederajat. Hubungan antara unsur-unsur itu
diurutkan langsung tanpa konjungsi. ( Sudaryat 2011:155).
V.
Konjungsi
Konjungsi merupakan kata yang digunakan untuk
menghubungkan unsur-unsur sintaksis (frasa, klausa, kalimat) dalam satuan yang
lebih besar. Sebagai alat kohesi, berdasarkan perilaku sintaksisnya konjungsi dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Konjungsi
koordinatif yang menghubungkan unsur-unsur sintaksis yang sederajat seperti
dan, atau, tetapi.
2. Konjungsi
subordinatif yang menghubungkan 2 klausa atau lebih dan kedua klausa itu tidak
memiliki status sintaksis yang sama.
3. K.
Subordinatif waktu seperti ketika, sebelum, setelah, sejak, sementara.
4. K.
Subordinatif syarat seperti jika, bila.
5. K.
Subordinatif penyebab seperti karena.
6. K.
Subordinatif pengakibatan seperti sehingga, ketika, maka.
7. K.
Subordinatif tujuan seperti agar.
8. K.
Subordinatif cara seperti dengan.
9. K.
Subordinatif konsesif seperti meskipun, meski.
10. K.
Subordinatif penjelas atau hubungan terhadap kalimat majemuk yang klausanya
mengandung penjelasan yang dinyatakan dalam klausa utama seperti bahwa.
11. K.
Subordinatif pengandalan seperti kalaupun
12. K.
Subordinatif antarkalimat yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat lain
dalam sebuah wacana seperti tetapi.
No comments:
Post a Comment