Sesuatu yang
Datang dan Pergi
Biarkan
lilin ini tetap menyala, katamu
dengan wajah
yang tak seluruhnya terbaca
dibalut
malam yang tua. Dan jam dinding
yang
mengantarkan gigil suara
seperti
memberikan nyawa setiap benda.
Kemudian
pada sebuah jendela
kau ingat-ingat
lagi seluruh peristiwa
“malam
yang sama, hujan belum juga reda”
telah
menghapus setiap jejak di jalan kecil itu
namun tidak
untuk sesuatu yang kau tunggu.
Sesuatu yang
selalu datang
dan
memburumu dalam dekap
sebelum
kembali pergi menuntaskan sepi.
Dan kau
tidak bisa berbuat apa
lantaran
mengerti harus ada yang diselesaikan
dari
kesedihan.
A. Tema
Untuk Menentukan hakikat dari sebuah puisi adalah Hal yang
pertama harus dilakukan adalah yang terkandung dalam puisi tentukanlah tema.
Herman J. Waluyo (Teori dan Apresiasi Puisi,106) mengatkan bahwa: “ Tema
merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan oleh penyair”.
Dalam menentukan tema dari sebuah puisi, seorang
apresiator harus menghubungkan antara puisi dengan penyairnya, sebab puisi
bersifat khusus (subjektif), tetapi puisi juga bersifat obyektif bagi semua
penafsir, sebab jika puisi telah diterbitkan atau telah di publikasikan, maka
puisi tersebut mutlak milik pembaca, yang tentunya tetap harus memperhatikan kaidah
pemaknaan sebuah puisi.
Puisi yang berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi
memiliki tema religius. Penulis menafsirkan demikian sebab puisi tersebut
melambangkan pengalaman batin penyair terhadap kematian. Hal tersebut terlihat
dari judul puisinya “Sesuatu yang Datang dan Pergi”. Menurut pendapat penulis,
yang dimaksud oleh “sesuatu” di sana adalah kematian. Hal tersebut seiring
dengan cara memahami puisi yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Mursal Esten
(1995:32) “ Perhatikanlah judulnya. Judul adalah sebuah lubang kunci untuk
keseluruhan makna puisi”.
Dalam puisi tersebut terlihat bagaimana kepasrahan
tokoh dalam puisi terhadap kematian. Tokoh begitu menyadari bahwa kematian
adalah sesuatu yang pasti datang, sebab sudah merupakan takdir-Nya.
Sesuatu yang
selalu datang
dan
memburumu dalam dekap
sebelum
kembali pergi menuntaskan sepi.
Dan kau
tidak bisa berbuat apa
lantaran
mengerti harus ada yang diselesaikan
dari
kesedihan.
Bait di atas menggambarkan bahwa kematian akan selalu
datang, memburu. Kesadaran tokoh yang dilukiskan pengarang terlihat dalam “Dan
kau tidak bisa berbuat apa lantaran mengerti harus ada yang diselesaikan dari
kesedihan” larik tersebut menggambarkan kepasrahan, bahwa kita tidak akan mampu
berbuat apa-apa jika dihadapkan pada kematian, dan tokoh dalam cerita begitu
mengerti bahwa hidup memang harus ada penyelesaian.
Dengan demikian maka jelas bahwa tema yang terkandung
dalam puisi di atas adalah tema religius.
B. Perasaan
(Feeling)
Perasaan dalam sebuah puisi adalah suatu ekspresi dari
perasaan penyair yang dituangkan dalam puisi tersebut. Perasaan setiap penyair
tentunya berbeda, hal inilah yang membedakan sikap penyair yang satu
dengan penyair yang lain walaupun terhadap sesuatu hal yang sama.
Penulis berpendapat bahwa perasaan kereligiusan
penyair menjadi hal utama yang melandasi terciptanya puisi tersebut. Sikap
pasrah penyair terhadap takdir-Nya, dan kesadaran penyair tentang kematian.
Biarkan
lilin ini tetap menyala, katamu
dengan wajah
yang tak seluruhnya terbaca
dibalut
malam yang tua. Dan jam dinding
yang
mengantarkan gigil suara
seperti
memberikan nyawa setiap benda.
Bait di atas menggambarkan kesunyian yang dirasakan
penyair ketika kematian akan datang, bahkan penyair beranggapan bahwa kematian
adalah sebuah kesunyian. Kesunyian ini dilambangkan penyair dengan sebuah
metafor “Dan jam dinding yang mengantarkan gigil suara seperti memberikan nyawa
setiap benda” metafor tersebut penulis artikan sebagai waktu yang begitu sunyi
sampai detak jam dinding pun terdengar begitu jelas.
Dengan demikian maka penulis menyimpulkan bahwa
perasaan yang dirasakan penyair dalam puisinya adalah perasaan pasrah
menghadapi sebuah kematian.
C. Nada dan
Suasana
Herman J. Waluyo (Teori dan Apresiasi Puisi,125) “
Sikap penyair terhadap pembaca ini disebut nada puisi”. Setiap puisi memiliki
nada-nada tertentu, nada ini adalah cara penyair menyampaikan hal dalam
puisinya.
Penulis berpendapat bahwa puisi tersebut bernada
lugas, sebab penyair begitu lugas dalam mengemukakan bagaimana pengalaman
religiusnya terhadap pembaca. Puisi yang berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi
mencerminkan bagaimana kelugasan penyair dalam mengemukakan pengalamannya,
tidak bersikap menggurui. Hal ini disebabkan bahwa kematian adalah sesuatu yang
sangat sakral, tidak ada yang mampu meramalkan sebuah kematian.
Suasana adalah perasaan yang dirasakan pembaca setelah
membaca sebuah puisi. Seperti yang dikemukakan oleh Herman J. Waluyo (Teori dan
Apresiasi Puisi:125) “ Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca
puisi itu atau akibat psikologis yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca”.
Puisi yang berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi memberikan kesadaran pada
pembaca, bahwa kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hal ini penulis
rasakan setelah membaca puisi tersebut, penulis menyadari bahwa kematian
bukanlah sesuatu yang menakutkan, sebab walau bagaimanapun kematian akan tetap
datang, sebab kematian merupakan sebuah kepastian.
D. Amanat
(Pesan)
Setelah memahami tentang tema, nada,dan perasaan yang
terdapat dalam puisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa pesan yang ingin
disampaikan pengarang dalam puisinya adalah tentang kematian, pengarang ingin
mengamanatkan bahwa kta tidak perlu takut menghadapai kematian, sebab kematian
pasti akan selalu datang, yang harus kita persiapkan agar kematian tidak
menjadi sesuatu yang menakutkan adalah kehidupan yang tetap di Jalan-Nya.
No comments:
Post a Comment