Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri,
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan oleh-oleh buat
si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi
terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.
Di air yang tenang, di angin
mendayu,
di perasaan penghabisan segala
melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun
kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan
cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng
sendiri.
Chairil Anwar 1946
Salah satu penyair angkatan ’45 adalah Chairil Anwar
yang disetiap puisinya mengandung metafor dan identik dengan kata-kata konkret.
Kata-kata makna yang mendalam bagi siapapun yang membacanya serta setiap
kalimat dalam syair-syair ciptaannya memiliki irama. Puisi ciptaanya yang
sangat terkenal adalah puisi yang berjudul “Aku”. Namun, tidak terkecuali puisi
yang berjudul “Cintaku Jauh di Pulau “. Sang maestro yang di miliki Indonesia ini
menulis puisi tidak kalah menarik dan bermetafor. Tema, irama (ritme), dan
estetika yang tersirat dalam puisi ini tersembunyi dalam kata-kata metafor yang
mewakilkan simbol-simbol tertentu.
Unsur metafor dan kata-kata konkret yang begitu kuat serta mendalam telah menjadi ciri khas gaya
bahasa yang digunakan oleh Chairil dalam melukiskan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di setiap puisinya. Melalui statitiska berikut adalah beberapa kajian
puisi tersebut.
§
Tema
Secara
keseluruhan puisi “Cintaku Jauh di Pulau” karya Chairil Anwar secara sekilas
mengusung tema kasih tak sampai. Hal ini jelas terlihat pada syair di setiap baitnya
yang bernada penyesalan dan pesimis. Penyair menuliskan kesedihan karena ajal terlalu
cepat menjemput, sebelum si aku lirik berhasil mendapatkan cintanya.
Seseorang
yang berada jauh dari dirinya. Penyesalan tersebut ditunjukan pada bait ke-4,
berikut ini:
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Mengapa penulis
mengatakan sepeti ini? Bila kita tilik tentang bagaimana kehidupan dari sang
penyair, dalam hal ini Chairil, ia adalah seorang penyair muda yang sangat sukses
dan memiliki kemampuan hebat. Namun, bila kita telaah lebih dalam, puisi
“Cintaku Jauh Di Pulau” ciptaan Chairil ini lebih menyiratkan penyesalan
seseorang atas segala tindakan karena telah menyia-nyiakan wanita yang sangat
dicintai, dan ketika ia sadar akan cinta dan kasih sayangnya yang sejati, ajal
terlebih dahulu menjemputnya. Secara keseluruhan makna yang terkandung dalam
puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” adalah sekelumit gambaran hidup sang penyair.
Namun, dalam
kehidupan bercinta dia adalah seorang yang dianggapnya sendiri “binatang jalang”.
Sebuah sebutan untuk dirinya sendiri ketika menyadari segala kesalahannya. Berdasakan
kisah hidupnya pula, penulis meresepsikan sebuah karya dengan judul “Cintaku
Jauh Di Pulau” adalah sebuah cerita tentang bagaimana si Chairil mendapatkan
hikmah dari penyakit yang dideritanya, yaitu sebuah jalan yang selama ia sehat
tak pernah ditemukan.
Maksudnya, ketika
cahiril menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan akibat seringnya berganti-ganti
pasangan, ia menyadari bahwa hanya ada satu gadis yang benar-benar ia cintai.
Namun, karena ia tahu bahwa ajal akan cepat menjemputnya, ia merasakan ada
sebuah jarak yang membentang luas. Dalam puisi dikatakan cintaku jauh di pulau.
Kata yang mewakili keputusasaannya terhadap penyakit yang tak dapat dilawannya.
§
Irama
(Ritme)
Irama
(Ritme) berhubungan dengan pengulangan bunyi kata, frasa, dan kalimat. Dalam puisi
(khususnya puisi lama), irama berupa pengulangan yang teratur suatu bait puisi
menimbulkan gelombang yang menciptakan keindahan. Irama dapat juga berarti
pergantian panjang-pendek, tinggi-rendah, atau lemah-lembut, kata secara
berulang-ulang dengan tujuan menciptakan gelombang yang memperindah puisi. Dalam
puisi “Cintaku Jauh di Pulau” ini, Frase Jauh di Pulau tidak hanya digunakan
untuk memperindah puisi tersebut, tetapi juga untuk memperkuat makna yang tersirat
dari puisi itu sendiri.
§
Rima dan
Tipografi
Persamaan
vocal pada bait akhir sangat dipentingkan pada puisi lama dan puisi modern
sampai masa Chairil Anwar. Hal ini terlihat jelas dalam puisi “Cintaku Jauh di
Pulau” karya Chairil Anwar. Rima yang berumus (a-b) dan (a-b-a-b) tampak jelas
pada puisi tersebut. Bait pertama dan
bait terakhir dituliskan oleh penyair dengan rima (a-b), yakni Cintaku jauh di
pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri,. Kemudian pada bait terakhir
berbunyi Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri. Selain
itu, pada bait ke- 2,3,dan 4 ditampilkan penyair dengan persamaan vocal akhir
yang berumus (a-b-a-b). Persamaan tersebut terdapat pada bait ke-2, misalnya. Perahu
melancar, bulan memancar, di leher
kukalungkan ole-ole buat si pacar. angin membantu, laut terang, tapi terasa aku
tidak ‘kan sampai padanya.
Chairil
Anwar menuliskan puisi ini dengan delapan buah kalimat yang indah. Setiap kalimat dijadikannya dua buah larik yang saling mendukung dan bermakna sangat dalam.
Dari delapan kalimat, Chairil membaginya
kembali menjadi lima buah bait yang sangat proporsional, yaitu dua kalimat untuk bait pertama dan dua kalimat untuk bait
terakhir.
Secara garis
besar jenis puisi karya Chairil ini adalah yang tidak lagi terpaku pada pakem puisi lama atau disebut juga sebuah karya
puisi modern, yaitu satu bait empat larik.
Kalimat-kalimat
yang menjadi bait proporsional membentuk tipografi
yang sangat seimbang yang memberikan keindahan tersendiri dalam penyajian hasil tulisannya itu. Sebuah gaya tipogarfi puisi
yang seimbang dan menarik jika kita
menyadari. Ini dapt terlihat jika kita memisahkannya
seperti berikut;
Kalimat 1:
Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri,
Kalimat 2:
Perahu melancar, bulan memancar, ddi leher kukalungkan oleh-oleh buat si
pacar.
Kalimat 3:
angin membantu, laut terang, tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya.
Kalimat 4:
Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju
Kalimat 5:
Ajal bertakhta, sambil berkata:“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Kalimat 6:
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh! Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Kalimat 7:
Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Kalimat 8:
Manisku jauh di pulau, kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa yang digunakan oleh seorang
penyair—Chairil Anwar—dapat ditinjau dari ketiga unsur yang telah diuraiankan
di atas. Ketiga unsur tersebut adalah tema, ritme, dan rima dan tipografi yang
terdapat dalam puisi “Cintaku Jauh di Pulau”. Mungkin masih bisa dikaji lebih
banyal lagi keindahan dan keunikan gaya bahasa yang dihadirkan Chairil dalam
puisinya itu. Bila diingat sastra adalah lautan informasi yang berisikan banyak
sekali ilmu dan apapun yang ada di dalamnya yang dapat kita cari. Namun,
penulis dalam kajian ini hanya mengkajinya seperti yang telah tertera di atas.
No comments:
Post a Comment