Surat kepada
Bunda: Tentang Calon Mantunya
Mamma yang tercinta,
akhirnya kutemukan juga jodohku
seseorang yang bagai kau:
sederhana dalam tingkah dan bicara
serta sangat menyayangiku.
Terpupuslah sudah masa-masa sepiku.
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
hatimu yang baik itu
yang selalu mencintaiku.
Karena kapal yang berlayar
telah berlabuh dan ditambatkan.
Dan sepatu yang berat serta nakal
yang dulu biasa menempuh
jalan-jalan yang mengkhawatirkan
dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara,
kini telah aku lepaskan
dan berganti dengan sandal rumah
yang tenteram, jinak dan sederhana.
Mamma,
Burung dara jantan yang nakal
yang sejak dulu kaupiara
kini terbang dan telah menempuh jodohnya.
Ia telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
dan tiada akan pulang
buat selama-lamanya.
Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku.
Janganlah kau cemburu.
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti:
pada waktunya, aku mesti kau lepaskan pergi.
Begitu kata alam. Begitu kau mengerti:
Bagai dulu bundamu melepas kau
kawin dengan ayahku. Dan bagai
bunda ayahku melepaskannya
untuk mengawinimu.
Tentu sangatlah berat.
Tetapi itu harus, Mamma!
Dan akhirnya tak akan begitu berat
apabila telah dimengerti
apabila telah disadari.
Hari Sabtu yang akan datang
aku akan membawanya kepadamu.
Ciumlah kedua pipinya
berilah tanda salib di dahinya
dan panggillah ia dengan kata: Anakku!
Bila malam telah datang
Kisahkan padanya
riwayat para leluhur kita
yang ternama dan perkasa.
Dan biarkan ia nanti
tidur di sampingmu.
Ia pun anakmu.
Sekali waktu nanti
ia akan melahirkan cucu-cucumu.
Mereka akan sehat-sehat dan lucu-lucu.
Dan kepada mereka
ibunya akan bercerita
riwayat yang baik tentang nenek mereka:
bunda-bapak mereka.
Ciuman abadi
dari anak lelakimu yang jauh.
Willy.
Karya: W.S. Rendra
A.
Unsur intrinsik
Ø
Tema
Restu seorang ibu adalah sebuah tema puisi Surat Kepada Bunda. dalam
puisi Surat Kepada Bunda Rendra mengisahkan kehidupan yang dialami
seorang anak laki-laki yang telah menemukan jodohnya dan meminta izin kepada
ibunya untuk menikahi kekasihnya serta agar ibunya dapat menyayangi menantunya
seperti menyayangi anaknya sendiri.
Ø Tipografi
Berdasarkan jenis tipografinya, puisi diatas termasuk jenis puisi
dengan tipografi teratur dengan jumlah baris dan bait yang tidak sama.
Alasannya, pada puisi tersebut pengarang masih menggunakan persamaan bunyi atau
rima, jumlah kata dan penyusunan kata meskipun baris dan baitnya tidak sama.
Ø Kata dan Diksi
Dalam puisi tersebut, pengarang lebih banyak menggunakan kata –kata
yang sudah familier dan mudah dipahami oleh pembaca meskipun ada juga beberapa kata
yang mengalami defamilier. Sementara itu, diksi yang digunakan pengarang
kebanyakan bermakna konotatif. Misalnya, ia melukiskan kehidupannya dahulu dan
berubah saat ia telah menemukan jodohnya dengan “kapal yang berlayar yang telah
berlabuh dan ditambatkan”. Ia juga melukiskan dirinya sewaktu belum menemukan
jodohnya dengan istilah “burung dara yang nakal”.
Ø Gaya bahasa
Gaya bahasa atau majas yang digunakan Rendra dalam puisi Surat
Kepada Bunda kebanyakan menggunakan kata yang bersifat denotatif, karena mudah
dipahami. Puisi ini juga menggunakan katakonotatif karena banyak mengandung
arti dan yang mewakili keseluruhan puisi yaitu terdapat padakutipan berikut ini
:
“Karena
kapal yang berlayar telah berlabuh dan ditambatkan.”
“Burung dara jantan yang nakal yang sejak dulu kaupiara”
“Burung dara jantan yang nakal yang sejak dulu kaupiara”
Puisi Rendra tersebut terdiri atas sepuluh bait. Tiap bait terdiri
atas baris yang berbeda-beda.Dalam setiap bait terdapat kata yang diawali
dengan huruf besar hanya pada kalimat tertentu, untuk menunjukkan kesatuan
maknanya. Puisi Rendra tersebut bila kita amati bentuknya berbeda dengan
puisi-puisinya yang lain, yang lebih banyak mendekati bentuk pantun ataupun syair,
karena bentuk puisi “Ibunda Tercinta” ini tidak mengikuti pola-pola tertentu,
seperti pada pantun atau syair misalnya, yang selalu memakai pola-pola yang
tetap, yakni :
1.
Tiap bait
terdiri atas empat baris atau larik
2.
Tiapa baris
atau larik terdiri atas empat kata (tiap kata :: dua frase)
3.
Irama beralun
dua
4.
Bersajak tetap;
pantun sajaknya a b a b, syair sajaknya a a a a.
Dan pada puisi di atas, mengikuti pola tiap bait terdiri atas empat
baris atau larik, tetapi tidak mengikuti pola-pola bersajak tetap. Sajak yang
digunakan bebas, artinya tidakberpegang pada pola tertentu. Hal ini jelas
kepada kita, karena bila kita perhatikan secara keseluruhan, puisi tersebut
bersajak sebagai berikut :
Bait
Pertama : abbab
Bait kedua : bbbbaaabaaaaa
Bait ketiga : aaaaaaa
Bait keempat : bbbcc
Bait kelima : cbcabaaacc
Bait keenam : abaab
Bait ketujuh : aaaacb
Bait kedelapan : bcbbaaaa
Bait kesembilan : cb
Bait kesepuluh : e
Bait kedua : bbbbaaabaaaaa
Bait ketiga : aaaaaaa
Bait keempat : bbbcc
Bait kelima : cbcabaaacc
Bait keenam : abaab
Bait ketujuh : aaaacb
Bait kedelapan : bcbbaaaa
Bait kesembilan : cb
Bait kesepuluh : e
Dengan demikian dapat kita katakan, bahwa puisi Rendra tersebut
sajaknya adalah bebas, karena tidak berpegang pada pola persajakan yang tetap.
Ø Pengimajian
Penyair melukiskan perasaan kebahagiaannya yang ditimbulkan dalam
bentuk imaji perasaan (cita rasa) hal ini terbukti dalam kutipan berikut ini:
Mamma yang tercinta,
akhirnya kutemukan juga jodohku
Ø Majas
a.
Personifikasi
:
· Dan sepatu yang berat serta nakal
· dan berganti dengan sandal rumah
· yang tenteram, jinak dan sederhana
· Begitu kata alam
b.
Hiperbola
:
Ciuman
abadi dari anak lelakimu yang jauh.
· Bahasa Kiasan dan Bahasa Retorik
Bahasa
kiasan yang terdapat dalam puisi tersebut antara lain :
a)
Perbandingan
Contoh :
Contoh :
• Seseorang yang bagai kau
• Dan bagai Bunda ayahku melepaskannya
• Untuk mengawinimu
• Bagai dulu bundamu melepas kau
b)
Metafora
Contoh :
Contoh :
• Dan berganti dengan sandal rumah
• Yang tenteram, jinak, sederhana
• Burung dara yang nakal
c)
Personifikasi
Contoh :
Contoh :
•
Terpupuslah sudah masa-masa sepiku
• Hendaknya berhenti gemetar rusuh
• Dan sepatu yang berat serta nakal
• Hendaknya berhenti gemetar rusuh
• Dan sepatu yang berat serta nakal
d)
Hiperbola
Contoh :
Contoh :
•
Jalan-jalan yang mengkhawatirkan
• Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
• Kini terbang dan telah menemui jodohnya
• Dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara
• Kini terbang dan telah menemui jodohnya
e)
Repetisi
Contoh :
Contoh :
•
Begitu kata alam, begitu kau mengerti
• Apabila telah dimengerti
• Apabila Telah Disadari
• Apabila telah dimengerti
• Apabila Telah Disadari
Ø Amanat
Sebagai anak, mintalah restu kepada ibu untuk melaksanakan segala sesuatu,
apalagi untuk hal-hal yang sakral seperti pernikahan. Dan sebagai ibu, berilah
restu kepada anak yang dicinta
B.
Unsur Ektrinsik
Ø Biografi penulis
Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935)
adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia
mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater
Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan
esai di berbagai majalah. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng
Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
Ayahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada
sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan
ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja
Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK
(1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah
Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan
maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah
ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas
Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti
untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama
dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical
Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas
Harvard atas undangan pemerintah setempat.
Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989),
berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak
termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45,
Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia
mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi
juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga
aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam
International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry
Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The
First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne,
Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala
Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah
menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan
Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta
(1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah
Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku
Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik
(1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006).
Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra, Jangan Takut Ibu, Balada Orang-Orang Tercinta
(Kumpulan sajak), Empat Kumpulan Sajak,Rick dari Corona, Potret Pembangunan
Dalam Puisi,Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!, Nyanyian Angsa, Pesan
Pencopet kepada Pacarnya, Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan),
Perjuangan Suku Naga, Blues untuk Bonnie, Pamphleten van een Dichter, State of
Emergency, Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api, Mencari Bapak,Rumpun
Alang-alang, Surat Cinta, Sajak Rajawali,Sajak Seonggok Jagung.
Ø Makna
Sebuah rangakaian kata dari Rendra sebagai seorang anak yang telah
menemukan pujaan hatinya dan berusaha mengungkapkan niat tulus kepada sang
bunda agar bersedia tuk merestui dan menerima sang calon istri yang
diidam-idamkan sejak lama.
No comments:
Post a Comment