I.
PENGERTIAN
Secara
etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang
berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta,
yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan
selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang
kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak
dan kadang-kadang kata kiasan (Sitomorang, 1980:10). Menurut Vicil C. Coulter,
kata poet berasal dari kata bahasa Gerik yang berarti membuat, mencipta.
Dalam bahasa Gerik, kata poet berarti orang yang mencipta melalui
imajinasinya, orang yang hampir menyerupai dewa-dewa atau orang yang amat suka
pada dewa-dewa. Dia adalah orang yang mempunyai penglihatan yang tajam, orang
suci, yang sekaligus seorang filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak
kebenaran yang tersembunyi (Situmorang, 1980:10)). Ada beberapa pengertian
lain.
a.
Menurut Kamus Istilah
Sastra (Sudjiman, 1984), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat
oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait.
b.
Putu Arya Tirtawirya
(1980:9) mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan secara implisit, samar dengan
makna yang tersirat di mana kata-katanya condong pada makna konotatif.
c.
Ralph Waldo Emerson
(Situmorang, 1980:8) mengatakan bahwa puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan
kata-kata sesedikit mungkin.
d.
William Wordsworth
(Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah peluapan yang spontan dari
perasaan-perasaan yang penuh daya, memperoleh asalnya dari emosi atau rasa yang
dikumpulkan kembali dalam kedamaian.
e.
Percy Byssche Shelly
(Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah rekaman dari saat-saat yang
paling baik dan paling senang dari pikiran-pikiran yang paling senang.
f.
Watt-Dunton (Situmorang,
1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekpresi yang kongkret dan yang bersifat
artistik dari pikiran manusia dalam bahasa emosional dan berirama.
g.
Lescelles Abercrombie
(Sitomurang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah ekspresi dari pengalaman
imajinatif, yang hanya bernilai serta berlaku dalam ucapan atau pernyataan yang
bersifat kemasyarakatan yang diutarakan dengan bahasa yang mempergunakan setiap
rencana yang matang serta bermanfaat.
II.
PERBEDAAN PUISI DAN
PROSA
HB.
Jassin (1953:54) mengatakan bahwa untuk mendefinisikan puisi, puisi itu harus
dikaitkan dengan definisi prosa. Prosa merupakan pengucapan dengan pikiran,
sedangkan puisi merupakan pengucapan dengan perasaan. Rahmanto dan Dick Hartoko
(1986) mengatakan bahwa puisi merupakan lawan terhadap prosa. Ungkapan bahasa
yang terikat (puisi), lawan ungkapan bahasa yang tidak terikat (prosa).
Keterikatan oleh paralelisme, metrum, rima, pola bunyi, dsb. Pada sastra modern
perbedaan puisi dan prosa sangat kabur. Luxemburg (1992) mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan teks puisi adalah teks-teks monolog yang isinya tidak
pertama-tama merupakan sebuah alur. Selain itu teks puisi bercirikan penyajian
tipografik tertentu. Tipografik ini merupakan ciri yang paling menonjol dalam
puisi. Apabila kita melihat teks yang barisnya tidak selesai secara otomatis
kita menganggap bahwa teks tersebut merupakan teks puisi.
Rachmad
Djoko Pradopo (1987) mengatakan bahwa dewasa ini orang mengalami kesulitan
dalam membedakan puisi dan prosa hanya dari bentuk visualnya sebagai sebuah
karya tertulis. Sampai-sampai sekarang ini dikatakan bahwa niat pembacalah yang
menjadi ciri sastra utama. Alterbern (dalam Pradopo, 1987) mengatakan bahwa
puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa
berirama. Ada tiga unsur pokok dalam puisi yaitu pemikiran/ide/emosi, bentuk,
dan kesan. Jadi puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan,
yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan bahasa yang berirama.
Slametmulyana (1956:112) mengatakan bahwa ada perbedaan pokok antara prosa dan
puisi. Pertama, kesatuan prosa yang pokok adalah kesatuan sintaksis, sedangkan
kesatuan puisi adalah kesatuan akustis. Kedua puisi terdiri dari
kesatuan-kesatuan yang disebut baris sajak, sedangkan dalam prosa kesatuannya
disebut paragraf. Ketiga di dalam baris sajak ada periodisitas dari mula sampai
akhir. Pendapat lain mengatakan bahwa perbedaan prosa dan puisi bukan pada bahannya,
melainkan pada perbedaan aktivitas kejiwaan. Puisi merupakan hasil aktivitas
pemadatan, yaitu proses penciptaan dengan cara menangkap kesan-kesan lalu
memadatkannya (kondensasi). Prosa merupakan aktivitas konstruktif, yaitu proses
penciptaan dengan cara menyebarkan kesan-kesan dari ingatan (Djoko Pradopo,
1987). Perbedaan lain terdapat pada sifat. Puisi merupakan aktivitas yang
bersifat pencurahan jiwa yang padat, bersifat sugestif dan asosiatif. Sedangkan
prosa merupakan aktivitas yang bersifat naratif, menguraikan, dan informatif
(Pradopo, 1987) Perbedaan lain yaitu puisi menyatakan sesuatu secara tidak
langsung, sedangkan prosa menyatakan sesuatu secara langsung.
III.
UNSUR-UNSUR
PEMBENTUK PUISI
Ada
beberapa pendapat tentang unsur-unsur pembentuk puisi. Salah satunya adalah
pendapat I.A. Richard. Dia membedakan dua hal penting yang membangun sebuah
puisi yaitu hakikat puisi (the nature of poetry), dan metode puisi (the
method of poetry). Hakikat puisi terdiri dari empat hal pokok, yaitu
1.
Sense (tema, arti)
Sense atau tema adalah pokok persoalan (subyek matter) yang
dikemukakan oleh pengarang melalui puisinya. Pokok persoalan dikemukakan oleh
pengarang baik secara langsung maupun secara tidak langsung (pembaca harus
menebak atau mencari-cari, menafsirkan).
2.
Feling (rasa)
Feeling adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan yang dikemukakan
dalam puisinya. Setiap penyair mempunyai pandangan yang berbeda dalam
menghadapi suatu persoalan.
3.
Tone (nada)
Yang dimaksud tone adalah sikap penyair terhadap pembaca atau penikmat
karyanya pada umumnya. Terhadap pembaca, penyair bisa bersikap rendah hati,
angkuh, persuatif, sugestif.
4.
Intention (tujuan)
Intention adalah tujuan penyair dalam menciptakan puisi tersebut.
Walaupun kadang-kadang tujuan tersebut tidak disadari, semua orang pasti
mempunyai tujuan dalam karyanya. Tujuan atau amanat ini bergantung pada
pekerjaan, cita-cita, pandangan hidup, dan keyakinan yang dianut penyair Untuk
mencapai maksud tersebut, penyair menggunakan sarana-sarana. Sarana-sarana
tersebutlah yang disebut metode puisi. Metode puisi terdiri dari
a.
Diction (diksi)
Diksi adalah pilihan atau pemilihan kata yang biasanya diusahakan oleh
penyair dengan secermat mungkin. Penyair mencoba menyeleksi kata-kata baik kata
yang bermakna denotatif maupun konotatif sehingga kata-kata yanag dipakainya
benar-benar mendukung maksud puisinya.
b.
Imageri (imaji, daya
bayang) yang dimaksud imageri adalah kemampuan kata-kata yang dipakai pengarang
dalam mengantarkan pembaca untuk terlibat atau mampu merasakan apa yang
dirasakan oleh penyair. Maka penyair menggunakan segenap kemampuan
imajinasinya, kemampuan melihat dan merasakannya dalam membuat puisi. Imaji
disebut juga citraan, atau gambaran angan. Ada beberapa macam citraan, antara
lain
1)
citra penglihatan, yaitu
citraan yang timbul oleh penglihatan atau berhubungan dengan indra penglihatan
2)
Citra pendengaran, yaitu
citraan yang timbul oleh pendengaran atau berhubungan dengan indra pendengaran
3)
Citra penciuman dan
pencecapan, yaitu citraan yang timbul oleh penciuman dan pencecapan
4)
Citra intelektual, yaitu
citraan yang timbul oleh asosiasi intelektual/pemikiran.
5)
Citra gerak, yaitu citraan
yang menggambarkan sesuatu yanag sebetulnya tidak bergerak tetapi dilukiskan
sebagai dapat bergerak.
6)
Citra lingkungan, yaitu
citraan yang menggunakan gambaran-gambaran selingkungan
7)
Citra kesedihan, yaitu
citraan yang menggunakan gambaran-gambaran kesedihan
3.
The concrete word (kata-kata kongkret)
Yang dimaksud the concrete word adalah kata-kata yang jika
dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif mempunyai arti yang
berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi pemakaiannya. Yang lebih kita pahami
adalah Puisi dituliskan dengan kata-kata yang konkret untuk membangkitkan
imajinasi pembaca, kata-kata harus diperjelas.
4.
Figurative language (gaya bahasa)
Adalah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan
menciptakan imaji dengan menggunakan gaya bahasa, perbandingan, kiasan,
pelambangan dan sebagainya. Jenis-jenis gaya bahasa antara lain
a.
perbandingan (simile),
yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan
mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti,
semisal, umpama, laksana, dll.
b.
Metafora, yaitu bahasa
kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain tanpa mempergunakan kata-kata
pembanding.
c.
Perumpamaan epos (epic
simile), yaitu perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang dengan cara
melanjutkan sifat-sifat perbandingannya dalam kalimat berturut-turut.
d.
Personifikasi, ialah kiasan
yang mempersamakan benda dengan manusia di mana benda mati dapat berbuat dan
berpikir seperti manusia.
e.
Metonimia, yaitu kiasan
pengganti nama.
f.
Sinekdoke, yaitu bahasa
kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting untuk benda itu sendiri.
g.
Allegori, ialah cerita
kiasan atau lukisan kiasan, merupakan metafora yang dilanjutkan.
5.
Rhythm dan rima (irama dan sajak)
Irama ialah pergantian turun naik, panjang pendek, keras lembutnya
ucapan bunyi bahasa dengan teratur. Irama dibedakan menjadi dua,
a.
metrum, yaitu irama yang
tetap, menurut pola tertentu.
b.
Ritme, yaitu irama yang
disebabkan perntentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur. Irama
menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi
sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama
diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan
menjadi tiga,
1)
dinamik, yaitu tyekanan
keras lembutnya ucapan pada kata tertentu.
2)
Nada, yaitu tekanan tinggi
rendahnya suara.
3)
Tempo, yaitu tekanan cepat
lambatnya pengucapan kata.
Rima adalah persamaam bunyi dalam puisi. Dalam rima dikenal perulangan
bunyi yang cerah, ringan, yang mampu menciptakan suasana kegembiraan serta
kesenangan. Bunyi semacam ini disebut euphony. Sebaliknya, ada pula
bunyi-bunyi yang berat, menekan, yang membawa suasana kesedihan. Bunyi semacam
ini disebut cacophony. Berdasarkan jenisnya, persajakan dibedakan
menjadi
a.
rima sempurna, yaitu
persama bunyi pada suku-suku kata terakhir.
b.
Rima tak sempurna, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada sebagian suku kata terakhir.
c.
Rima mutlak, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada dua kata atau lebih secara mutlak (suku kata
sebunyi)
d.
Rima terbuka, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada suku akhir terbuka atau dengan vokal sama.
e.
Rima tertutup, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada suku kata tertutup (konsonan).
f.
Rima aliterasi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada bunyi awal kata pada baris yang sama atau
baris yang berlainan.
g.
Rima asonansi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat pada asonansi vokal tengah kata.
h.
Rima disonansi, yaitu
persamaan bunyi yang terdapaat pada huruf-huruf mati/konsonan.
Berdasarkan
letaknya, rima dibedakan
a.
rima awal, yaitu persamaan
bunyi yang terdapat pada awal baris pada tiap bait puisi.
b.
Rima tengah, yaitu
persamaan bunyi yang terdapat di tengah baris pada bait puisi
c.
Rima akhir, yaitu persamaan
bunyi yang terdapat di akhir baris pada tiap bait puisi.
d.
Rima tegak yaitu persamaan
bunyi yang terdapat pada bait-bait puisi yang dilihat secara vertikal
e.
Rima datar yaitu persamaan
bunyi yang terdapat pada baris puisi secara horisontal
f.
Rima sejajar, yaitu
persamaan bunyi yang berbentuk sebuah kata yang dipakai berulang-ulang pada
larik puisi yang mengandung kesejajaran maksud.
g.
Rima berpeluk, yaitu
persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dan larik keempat,
larik kedua dengan lalrik ketiga (ab-ba)
h.
Rima bersilang, yaitu
persamaan bunyi yang tersusun sama antara akhir larik pertama dengan larik
ketiga dan larik kedua dengan larik keempat (ab-ab).
i.
Rima rangkai/rima rata,
yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik (aaaa)
j.
Rima kembar/berpasangan,
yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir dua larik puisi (aa-bb)
k.
Rima patah, yaitu persamaan
bunyi yang tersusun tidak menentu pada akhir larik-larik puisi (a-b-c-d)
Pendapat lain dikemukakan oleh Roman Ingarden dari Polandia. Orang ini
mengatakan bahwa sebenarnya karya sastra (termasuk puisi) merupakan struktur
yang terdiri dari beberapa lapis norma. Lapis norma tersebut adalah
1.
Lapis bunyi (sound
stratum)
2.
Lapis arti (units of
meaning)
3.
Lapis obyek yang
dikemukakan atau “dunia ciptaan”
a.
Lapis implisit
b.
Lapis metafisika
(metaphysical qualities)
IV.
PARAFRASE PUISI
Pengertian
dari parafrase adalah mengubah puisi menjadi suatu bentuk sastra lain (prosa).
Hal itu berarti bahwa parafrase merupakan metode memahami puisi, bukan cara/metode
untuk membuat karya sastra. Dengan demikian, memparafrasekan puisi tetap dalam
kerangka upaya memahami puisi. Ada dua metode parafrase puisi, yaitu
a.
Parafrase terikat, yaitu
mengubah puisi menjadi prosa dengan cara menambahkan sejumlah kata pada puisi
sehingga kalimat-kalimat puisi mudah dipahami. Seluruh kata dalam puisi masih
tetap digunakan dalam parafrase tersebut.
b.
Parafrase bebas, yaitu
mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata yang terdapat
dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan. Setelah kita membaca
puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan, kemudian menceritakan
kembali dengan kata-kata sendiri.
No comments:
Post a Comment