Analisis Puisi, berbagai macam bentuk dalam sebuah Analisis Puisi, dan
bermacam-macam pula pengkajiannya hal ini dilakukan dengan menggunakan
teori tertentu, didalam admin ini menggunakan pendekatan secara
leksikal, semantik dan sintaksis, hal ini dilakukan merupakan diluar
karya sastra yang sesungguhnya, karena tidak menggunakan teori sastra
murni, seperti teori Stilistika, strukturalis, semiotika,
MALU, RASA, DAN NYAWA
suka, suka, suka
suka, suka, dan suka
su-ka, su-ka, su-ka
su-ka, su-ka, ka-gum
ka-gum, kagum, kagum
kagum, kagum, dan
kagum
ka-gum, ka-gum,
ka-gum
ka-gum, ka-gum,
ka-yang
sa-yang, sayang,
sayang
sayang, sayang, dan
sayang
sa-yang, sa-yang,
sa-yang
sa-yang, sa-yang,
sa-ta
cin-ta, cinta, cinta
cinta, cinta, dan
cinta
cin-ta, cin-ta,
cin-ta
cin-ta, cin-ta,
cin-gia
ba-ha-gia, bahagia,
bahagia
bahagia, bahagia, dan
bahagia
ba-ha-gia, ba-ha-gia,
ba-ha-gia
ba-ha-gia, ba-ha-gia,
ba-ha-gia
kala dan telah
semua menjadi maka
dan bisa
hingga sangat biasa
dan akhirnya…
sakit
sakit, sakit
sakit, sakit, sakit
s
a
k
i
t
sakit, sakit, sakit
sakit, sakit
sakit
sa
ki
t
sa
ki
t
luka, darah, luka,
darah
luka dan darah
hingga meregang
nyawa
!
Analisis Puisi “Malu, Rasa, dan Nyawa”
Puisi berjudul “Malu,
Rasa, dan Nyawa” di atas memiliki banyak makna, hal yang paling mencolok sebelum membaca perbaitnya yaitu penggunaan penulisannya yaitu dengan Tipografi. hal ini dseper halnya dengan puisi SinkaWin,dengan penggunaan Tipografi yang melalmbangkan sebuah perjalan yang banyak rintangan dan cobaan.
Penulis seakan-akan lebih mementingkan bentuk tulisan daripada isinya. tetapi inilah sebuah puisi yang bebas dalam berkreasi, dalam penulisannya juga mempunyai makna liku-liku, atau lebih tepatnya perjuangkan, ketika di kroscekkan dengan makan teks yang mempunyai makna "sebuah tangan mengucurkan darah. Mengapa mengucurkan darah? Karena begitulah fenomena percintaan sekarang yang ingin disampaikan oleh penulis. Dari awalnya malu-malu, kemudian suka, lalu kagum, lalu sayang, dan bersemilah sebuah cinta. Hingga kedua orang yang sedang dalam ikatan cinta yang kebanyakan tidak halal merasakan bahagia bersifat sementara, hingga putuslah percintaan itu. Tak jarang, putusnya perncintaan selalu menimbulkan korban jiwa berupa bunuh diri, minimal sakit hati, hal ini apabila secara visualnya saja, tetapi ketika melihat makna secara implisitnya yaitu, merebutkan cinta walaupun bagai mana caranya akan diperjuangkan, ibarat perang sampai titik darah penghabisan, sehigga pengarang dalam menggunakan tulisannya dengan Tipografi, yang sebagian besar memilki makna perjuangan.
Penulis seakan-akan lebih mementingkan bentuk tulisan daripada isinya. tetapi inilah sebuah puisi yang bebas dalam berkreasi, dalam penulisannya juga mempunyai makna liku-liku, atau lebih tepatnya perjuangkan, ketika di kroscekkan dengan makan teks yang mempunyai makna "sebuah tangan mengucurkan darah. Mengapa mengucurkan darah? Karena begitulah fenomena percintaan sekarang yang ingin disampaikan oleh penulis. Dari awalnya malu-malu, kemudian suka, lalu kagum, lalu sayang, dan bersemilah sebuah cinta. Hingga kedua orang yang sedang dalam ikatan cinta yang kebanyakan tidak halal merasakan bahagia bersifat sementara, hingga putuslah percintaan itu. Tak jarang, putusnya perncintaan selalu menimbulkan korban jiwa berupa bunuh diri, minimal sakit hati, hal ini apabila secara visualnya saja, tetapi ketika melihat makna secara implisitnya yaitu, merebutkan cinta walaupun bagai mana caranya akan diperjuangkan, ibarat perang sampai titik darah penghabisan, sehigga pengarang dalam menggunakan tulisannya dengan Tipografi, yang sebagian besar memilki makna perjuangan.
ANJANGSANA
Sebuah
rindu…
Rindu
begitu renjana…
Kepada
sang kekasih bergelar sanak di sudut kota sana
Bersarang
di pojok-pojok jiwa
Balig
bahkan sudah tua
Renta
dan begitu sengasara karena cinta
Hanya
ada sebuah penawar
Bagi
sengsara yang juga konsekuensi desir rasa
Anjangsana
ianya
Ah,
ini bukan persoalan mengapa dan siapa!
Hanya
sebuah anjangsana
Lalu…
hilang sudah duduk perkara
Ketika
paras-paras telah saling berhadapan
Pucuk-pucuk
rindu mulai layu
Berganti
bianglala di langit-langit hati
Saling
berceloteh mengumbar kasih…
Air
muka lalu menjadi begitu suci
Kemuning
bahagia bersandar di dipan-dipan hati
Hanya
sebuah anjangsana
Lalu…
sudah hilang semua perkara
Hingga
musim semi yang dinanti… tiba… melukis rona merah di hati
Analisi Puisi “Anjangsana”
Puisi berjudul
“Anjangsana” ditinjau dari segi leksikalnya yaitudalammenggunakan udulnya yaitu Anjang sana” yang berarti kunjungan untuk melepas rasa rindu, “renjana”
yang berarti hati yang kuat. tujuan penggunakan kata yang jarang dipergunakan dalam kesehariannya untuk meningkatkan keindahan kata atau diksi dalam sebuah puisi.
segi semantik. tidak dapat dipungkiri bahwa setipa puisi menyimpan sebuah makna didalam setiap katanya sehingga menimbulkan rasa kepenasaran terhadap pembaca, hal ini dilakukan dengan cara sebuah Analisis, yaitu Analisis Puisi, Begitu pula dalam puisi “Anjangsana” ini. Banyak
kata-kata di dalamnya memiliki makna arbitrer atau berubah-ubah. Misalnya
“dipan-dipan hati”, “rona merah di hati”, “bianglala di langit-langit hati”,
dan sebagainya, yang paling mencolok didalam puisi yang paling menonjol yaitu penggunaan majas yang selalu berandai atau melebih-lebihkan sesuatu. itulah keindahan dalam berpuisi.
segi
sintaksis Pada tataran klausa contohnya “Air muka lalu
menjadi begitu suci”. kata “Lalu” yang menjadi konjungsi antar penghubung klausa
seharusnya terletak di awal klausa dan berbunyi “Lalu air muka menjadi begitu
suci”
semoga bermanfaat...!!!!!1
No comments:
Post a Comment