“SCULPTURE”
kau membiarkan perempuan dan lelaki
meletakkan lekuk tubuh mereka meletakkan gerak menggeliat bagai perut
ikandalam air dari gairah tawa sepi mereka dan bungkalan tempatkehadiran
menggerakkan hadir dan hidup dan lobang yangmenangkap dan lepas rasia
kehidupan kau tegak menegakkanlekuk bungkalan lobang dalam gerak yang
tegak diam dan kaumenyentak aku ke dalam lekukbungkalanlobangmu
mencarikau
Analisis Puisi
Pada Kredo Puisi yang ia tulis 30 Maret
1973, sebuah pledoi yang ia tulis untuk membela puisi-puisi mantranya,
terlihat bagaimana ia cukup dalam menelusuri pandangannya tentang kata,
mantra, dan puisi. Ia menulis, ‘Dalam penciptaan puisi saya, kata-kata
saya biarkan bebas. Dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan,
kata-kata meloncat-loncat dan menari di atas kertas, mabuk dan
menelanjangi dirinya sendiri, mondar-mandir dan berkali-kali menunjukkan
muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tidak sama, membelah
dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk
memperkuat dirinya, membalik atau menyungsangkan sendiri dirinya dengan
bebas, saling bertentangan sendiri satu sama lainnya karena mereka bebas
berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk
menunjukkan dirinya bisa menolak dan berontak terhadap pengertian yang
ingin dibebankan kepadanya.
Maka Dapat Saya Simpulkan……….
•Bagi Sutardji, menuliskan puisi sama dengan membuat patung.
•SCULPTURE adalah Seni ukiran, pemotongan, atau hewing kayu, batu,
logam, dll, ke patung, hiasan, dll, atau menjadi tokoh, seperti
laki-laki, atau hal lain, maka, seni menghasilkan tokoh dan kelompok,
baik dalam plastik atau bahan kerasulp.
•Puisi ini bisa diartikan sebagai penggambaran patung atau seni memahat (sculpture)
•Puisi ini juga bisa diartikan sebagai penganalogian manusia
sebagai patung. Manusia diibaratkan sebagai patung, manusia pada
dasarnya tidak bisa berbuat apa-apa tanpa adanya “roh atau jiwa” yang
diberikan oleh Sang Pencipta. Sama seperti patung, patung tidak bisa
berbuat apa-apa, namun patung dapat memikat banyak orang karena
keindahannya atau adanya “roh atau jiwa” yang terpancar dari patung
tersebut. Keindahan, “roh atau jiwa” ini diciptakan oleh si pemahat
patung tersebut agar karyanya terlihat lebih artistik
•Tuhan sebagai pencipta diibaratkan sebagai pemahatnya. Pemahat
patung memberi “nyawa” ke setiap karya-karya patungnya dan membiarkannya
“hidup”, sama seperti Tuhan yang memberi nyawa, menghidupkan manusia
dan memberi manusia banyak hal.
•Si penulis yang sedang mengamati patung-patung itu kemudian
menyadari keindahan patung-patung tersebut hingga pada suatu titik ia
menemukan si pemahat. Hal ini menggambarkan bahwa sebagai pengakuan
kebesaran Tuhan setelah menyaksikan kekuasaan-Nya dan hingga akhirnya ia
berhasil menemukan Tuhan (dalam arti bahwa Tuhan itu ada).
No comments:
Post a Comment