bagi teman-temanku yang belum tahu cara dan bagaimana, Apa itu resensi novel, kemungkinan dari teman-teman ada yang mendapatkan tgas mengenai Resensi Novel, simak saja admin ini, selain itu juga masih banyak mengenai admin ini yang menyangkut dunia Sastra, dari antologi puisi, jenis puisi bahkan sampai contoh analisis puisi. oke langsung saja mengenai pembelajaran kali ini, yaitu Resensi Novel Doro dasih, selamat belajar...!!!
Resensi Novel
Iman Menelanjangi Keperempuanan Dorodasih
Judul : Dorodasih (kumpulan novelet)
Pengarang : Iman Budhi Santosa
Penebit : Pustaka Sastra, 2002
Teba l: - (lupa)
Adalah
Dorodasih. Pemetik teh di perkebunan
Kembangsar. Keseharian dipanggil Dasih oleh orang kampungnya. Termasuk perempuan beruntung. Bukan karena
pendidikannya yang tinggi atau hartanya yang banyak. Melainkan karena kerapian
dan kesopanan bertutur, yang belum tentu dimiliki oleh orang kaya dan bergelar
sekalipun.
Dorodasih anak Temo Kasman, pegawai perkebunan,
yang lahir dari seorang ibu bernama Kadarsih. Seorang pekerja di wisma tamu
perkebunan tempat ayahnya bekerja sebagai tukang saji dan pelayan setiap orang
yang singgah di perkebunan tersebut. Hingga akhirnya ibunya meninggal dunia.
Setelah ibunya meninggal, Dasih diasuh bapaknya
sendirian saja, Ia tidak mau kawin lagi. Dengan bergantung hidup pada pekerjaan
sebagai karyawan pabrik teh itulah bapaknya membesarkan dirinya.
Dahulu, sebelum Dasih memilih menjadi pemetik
teh, ia sempat sekolah di kota.
Hanya sampai SMA kelas dua. Karena ia jatuh sakit. Hal ini disebabkan oleh
keteledorannya dalam berpacaran dengan Sujiwo, kakak kelasnya.
Dasih dan Jiwo melakukan hal yang tidak senonoh
hingga akhirnya hamil. Karena belum siap, Jiwo memberi ramuan jamu peluntur
kepadanya dengan tujuan meluruhkan benih yang bersemayam dalam rahimnya.
Berhasil juga usaha Jiwo. Dasih keguguran.
Ketidaksiapan mereka berdua membuat kesalahan
fatal. Dasih yang sebenarnya ingin mempertahankan bayinya tertekan batin hingga
jatuh sakit. Bukan hanya depresi kehilangan janin yang baru dikandungnya, juga
karena Jiwo pergi meninggalkannya. Mencampakkannya dengan pindah sekolah.
Takdir. Begitulah akhirnya mereka berdua bertemu
lagi. Jiwo yang ternyata sudah menjadi seorang penulis itu datang ke
Kembangsari untuk sebuah naskahnya yang dijadikan sinetron. Kebetulan juga yang
main sebagai orang kepercayaan pemeran utama dalam sinetronnya adalah Dasih.
Betapa terkejutnya dia melihat Jiwo yang datang
ke desanya. Apalagi kini ia menjadi orang yang terpandang setelah menghancurkan
masa depannya. Perang dingin keduanya tetap berlangsung hingga pembuatan
sinetron usai.
Dasih masih sangat benci pada Jiwo. Meskipun ia
pernah begitu cinta pada lelaki yang kini ada di hadapannya. Berjabat tangan
dan menyerahkan cinderamata sebagai kenang-kenangan dari rumah produksi
padanya. Hanya saja Dasih tahu diri. Ia harus bersikap wajar dan profesional
sebagai cerminan ia juga pernah makan sekolahan seperti Sujiwo. Penulis yang
sampai kapanpun tidaka akan pernah bisa dilupakannya.
♥
Untuk sekian kali perempuan menjadi sorotan dan
tema utama dalam kehidupan fiksi maupun pada kehidupan yang nyata. Begitu pula
yang dilakukan Iman Budi Santosa. Pengarang yang juga pegawai perkebunan teh
itu menceritakan kehidupan para pemetik dan segala permasalahannya.
Dalam kumpulan noveletnya yang berjudul
“Dorodasih”, pengarang menawarkan tiga novelet untuk dinikmati. Ketiga-tiganya
bila ditarik garis besarnya akan dapat disimpulkan bahwa karya tersebut
bertemakan perempuan. Dari perempuan macam Dorodasih dalam “Dorodasih” yang
hanya orang desa dengan pendidikan seadanya, hingga pada Kartika dalam
“Bidadari Bukit Seruni” dan Pertiwi dalam “Dan Pertiwi” yang berpendidikan
tinggi serta berstatus sosial.
Ketiga novelet ini sangat bagus dan karena
penokohan yang disampaikan Iman sangat lugas serta apa adanya memberi kesan
tersendiri. Yang pasti mudah sekali dipahami. Problematika yang disajikan
terasa tidak dibuat-buat. Dengan pendeskripsian pengarang yang halus akan
membuat pembaca terbawa oleh suasana yang diketengahkan.
Perbandingan yang apik dari ketiga novelet ini adalah
pada cara pandang si Perempuan yang ada dalam karya pengarang tersebut.
Terutama akan pembaca temukan kesenjangan pendidikan serta status dari tiga
tokoh yang dihadirkan dari novelet ketiga-tiganya. Juga kepandaian Iman
menelanjangi keperempuanan Dorodasih dan kawan-kawannya yang tak boleh
diabaikan begitu saja. Karena sebenarnya disinilah kekuatan penokohan tersebut.
Maksud penulis mengenai penelanjangan itu lebih
pada pengisahan kehidupan perempuan yang lugas. Pengarang serasa mengamini
setiap penyimpangan yang dilakukan oleh tokohnya. Terutama hubungan intim
seorang lelaki dengan perempuan tanpa melalui proses sah dalam pernikahan.
Meskipun pada akhirnya akan terjadi penyesalan. Tetapi penyesalan tersebut
terkesan tidak berarti.
Entah mengapa pengarang tidak mempunyai
kecenderungan untuk melibatkan Tuhan pada setiap penyesalan tersebut. Tetapi
tokoh-tokoh lebih kental menyesalkan
diri pada perbuatannya yang melanggar norma-norma hidup bermasyarakat.
Kehadiran Tuhan seperti dinomorduakan. Itupun Tuhan universal, karena pengarang
tidak menyebutkan Tuhan dari salah satu agama yang ada. Melainkan Tuhan yang
satu, milik semua manusia, terutama Tuhan dalam konsepsi yang nJawani.
Pelukisan pengarang mengenai setting, tokoh dan
penokohannya ada kemiripan dengan Ahmad Tohari, yang bisa memberi rangsangan
pada pembaca untuk terus membacanya. Indah seperti puisi liris tapi dengan
makna yang lugas. Bahasa tersebut mudah dipahami dengan disertai pengimajian
dari masing-masing pembacanya. Karena sederhana dan khas orang marginal.
Hanya saja ada beberapa kata yang bisa
menjengahkan bagi pembaca. Hal ini disebabkan oleh kesan pengulangan, selain
juga alur atau plotnya berkelok, yang meskipun demikian, tetap saja menarik
dengan ending yang tak mudah ditebak atau direka-reka sebelum menamatkan
membacanya. Disinilah sebenarnya kekuatan style penulisan pengarang si Iman
Budhi Santosa itu.
Pembaca jangan hanya membaca tulisan yang
penulis sampaikan ini karena belum ada apa-apanya dibanding dengan membaca
novelnya. Ketiga novelet yang dikemas dalam bentuk buku atau novel ini
mempunyai tendensi moral yang sarat sekali dengan bagaimana cara kita
menghadapi masalah hidup yangada. Yaitu dengan perasaan atau ‘manah sing
sareh’, begitu orang Jawa mengistilahkannya.
Karya ini juga mengejawantah kepribadian kita
untuk tidak takabur. Si Miskin jangan terlalu mau diinjak-injak, dan si Kaya
jangan sampai berdiri dengan dada yang penuh dengan kebusungan. Oleh sebab
itulah pengarang menghadirkan sosok-sosok perempuan yang meskipun miskin tetap
menghargai dirinya sendiri dengan cara bersopan santun atau mengemas dirinya
agar orang lain segan. Begitu juga pada perempuan yang kaya dan berstatus. Tak
ada perempuan yang diceritakan baik semua atau buruk semua, tapi proporsional.
Buku ini sungguh berbeda dengan buku yang telah
ada lainnya meskipun dengan tema senada. Gaya
deskriptif yang mirip Ahmad Tohari sekalipun belum bisa menjamin bahwa Iman
Budhi Santosa sepaham dengannya dalam menelanjangi perempuan sampai pada
kedetailan hakikat dan kodratinya.
Novel ini tidak akan membawa pembaca pada hal
yang khayalik atau melambungkan harapan-harapan yang bermuara pada kekosongan.
Malah sebaliknya, kita digiring pada kehidupan sehari-hari. Dari orang yang
berkubang dalam limpahan kesenangan maupun dalam penderitaan, dan juga alam
pancaroba dari dua unsur kehidupan itu sendiri.
Tidak ada kesan menggurui. Alur yang dibuat
jelas dan tanpa ada unsur mimpi. Semua seperti pernah terjadi dan sangat nyata
di depan kita. Terbeber tanpa kemewahan, selayaknya buku populer yang kini
semakin merajai pasaran tanpa memperhatikan eksistensi kesastraannya. Suatu hal
yang sebenarnya sangat perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. Karena hal ini
mempengaruhi kualitas hasil karya itu sendiri.
Sebaiknya teman-temanku sekalian atau pembaca segera membaca ketiga novelet
ini dalam kemasan buku fiksi bertitel “Dorodasih”. Penulis hanya menyampaikan
sekilas saja mengenai karya tersebut. Nikmatilah gaya si Iman menelanjangi keperempuanan
tokoh-tokohnya tersebut. Selamat menikmati dan … semangaatt!!!
No comments:
Post a Comment