SI ANAK HILANG
Pada
terik tengah hari
Titik
perahu timbul di danau
Ibu
cemas ke pantai berlari
Menyambut
anak lama ditunggu
Perahu
titik menjadi nyata
Pandang
berlinang air mata
Anak
tiba dari rantau
Sebaik
turun dipeluk ibu
Bapak
duduk di pusat rumah
Seakan
tak acuh menanti
Anak
di sisi ibu gundah
—Laki-laki
layak menahan hati—
Anak
duduk disuruh bercerita
Ayam
disembelih nasi dimasak
Seluruh
desa bertanya-tanya
Sudah
beristri sudah beranak?
Si
anak hilang kini kembali
Tak
seorang dikenalnya lagi
Berapa
kali panen sudah
Apa
saja telah terjadi?
Seluruh
desa bertanya-tanya
Sudah
beranak sudah berapa?
Si
anak hilang berdiam saja
Ia
lebih hendak bertanya
Selesai
makan ketika senja
Ibu
menghampir ingin disapa
Anak
memandang ibu bertanya
Ingin
tahu dingin Eropa
Anak
diam mengenang lupa
Dingin
Eropa musim kotanya
Ibu
diam berhenti berkata
Tiada
sesal hanya gembira
Malam
tiba ibu tertidur
Bapa
lama sudah mendengkkur
Di
pantai pasir berdesir gelombang
Tahu si anak tiada pulang
Kepenyairan Sitor Situmorang sebagai penyair tiga zaman,
tidak dapat dianggap selayang pandang saja dalam kancah kesusasteraan. Disebut
penyair tiga zaman karena eksistensialisnya yang mempunya corak khas, terkemuka
pada demokrasi terpimpin, dan setelah bebas dari delapan tahun dalam tahanan ia
dapat mencuatkan karya-karya yang sesuai dengan perkembangan sastra pada masa
itu.
Ia penyair yang bukan hanya handal memadukan kata-kata
hingga menjadi bait-bait yang mempunyai citra liris dan dinamis serta mengemban
makna. Tetapi ia juga menciptakan karya yang di dalamnya terdapat paradoksal
antara bentuk dan isi/makna. Karya yang dimaksud dapat dilihat pada puisi Si Anak Hilang.
Dari puisi Si Anak
Hilang di atas kita akan mendapatkan satu surprise yang dapat dilihat pada akhir bait. Anak yang diceritakan
dari awal telah pergi menghilang ternyata benar-benar hilang dan tak akan
pernah kembali. Meskipun dilukiskan betapa meriah pesta yang diadakan ibunya
atas kepulangan anak tersebut.
Namun, pesta yang diadakan ibunya hanya merupakan semacam
impian, lamunan atau angan-angan saja. Tidak benar-benar terjadi. Kerinduan pun
tetap seperti semula adanya, membenam tanpa harus bisa dilampiaskan dengan
pertemuan.
Penulis juga menduga kalau sebenarnya puisi Si Anak Hilang ditulis oleh penyairnya,
Sitor Situmorang berdasarkan pengalaman pribadinya. Sitor yang putra Indonesia
itu ternyata telah menjadi anak dunia. Hidupnya yang sering malang melintang di
dunia Eropa menjadikannya seakan-akan lupa untuk pulang ke tanah kelahirannya
Indonesia, dan kampung halamannya yang bersuku Batak itu.
Oleh karena itulah Sitor juga dikenal dengan sebutan penyair
tiga negeri. Selain dia mempunyai predikat penyair tiga bahasa dalam menuangkan
karya-karyanya. Sebab ternyata Sitor suka sekali menulis puisi-puisi ke dalam
bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Belanda.
Kemahirannya berpuisi juga terlihat pada puisi Si Anak Hilang ini. Terbukti dengan
keberhasilannya memadukan gaya cipta puisi yang tidak hanya puitis, tetapi pada
akan kata, makna, dan lihai mengawinkan format puisi lama dengan puisi yang
berbentuk lebih modern.
Maka jadilah puisi Si
Anak Hilang sebagai puisi Indonesia modern yang mempunyai bentuk istimewa.
Keistimewaan ini penulis sebut saja format paradoksal yang melahirkan ironi
dalam puisi. Disebut ironi karena dalam puisi tersebut terdapat pertentangan
antara bentuk dan isi, ungkapan yang digunakan dengan fungsinya serta
menimbulkan efek pada ketragisan nasib.
Justru ironi dalam puisi itulah yang
menambah pesona kepuitisan dilihat dari segi bentuk dan maknanya. Penyair
memilih bentuk puisi yang sedikit menyerupai bentuk konvensi tradisional,
pantun, dan dikombinasikan dengan bentuk puisi yang modern.
No comments:
Post a Comment