Secara
ilmiah, ilmu balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang mengarahkan
pembelajarnya untuk bisa mengungkapkan ide fikiran dan perasaan seseorang
berlandaskan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian dalam menangkap
keindahan. Mampu menjelaskan perbedaan yang ada di antara macam-macam uslub
(ungkapan). Dengan kemampuan menguasai konsep-konsep balaghah, bisa diketahui
rahasia-rahasia bahasa Arab dan seluk beluknya serta akan terbuka makna dari
kalimat bahasa arab yang dikaji. Sebagai kajian ilmu balaghah uslub
(gaya bahasa) merupakan makna yang dibentuk dalam lafadz untuk mencapai makna
yang dimaksudkan.
Sastra
Arab merupakan salah satu warga sastra dunia yang tidak asing lagi bagi para
peneliti sastra dunia. Nizar Qabbani dan karya-karyanya di Indonesia memang belum terkenal seperti
karya-karya Khalil Gibran. Namanya juga masih cukup asing di lingkungan
mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Arab fakultas adab dan ilmu budaya
universitas islam negri sunan kalijaga yogyakarta. Ia adalah sastrawan yang
terkenal di negaranegara Arab.Tradisi kesusastraan Arab yang tertua dan terkokoh
adalah puisi atau asy-syi’r. (Pradopo. 2005: 7) mendefinisikan puisi sebagai
perpaduan antara emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca
indera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur
baur. Semuanya itu terungkap dengan media bahasa.
Gaya bahasa
ada 3 macam, yaitu, Gaya bahasa ilmiah. Keistimewaan metode ini yang paling
menonjol adalah memberikan kejelasan dan mesti menampakkan kesan yang kuat dan
indah. Gaya bahasa sastra. Pada gaya bahasa ini, keindahan adalah
merupakan sifat-sifatnya yang paling menonjol. Gaya bahasa ini menampilkan
khayalan indah, gambaran halus dan menyentuh. Aspek puisi dan prosa merupakan
sasaran metode ini. Gaya bahasa pidato. Pada metode ini, terdapat posisi
yang agung mengenai kesan dan sasarannya kelubuk hati. Diantara hal yang bisa
menambah kesan ialah kedudukan si khatib sendiri di hati para pendengarnya,
kekuatan sifat yang dimilikinya, argumentasinya, ketinggian suaranya, kebaikan
cara menyampaikannya dan kekukuhan isyarat-isyaratnya.
Kehadiran puisi Nizar Qabbani juga mendukung serta
menggambarkan keadaan dan situasi yang tengah terjadi di negara-negara Arab.
Pada tahun 1944, ia mulai menerbitkan buku puisi pertamanya. Diantara
karya-karya puisi Nizar Qabbani yang paling banyak adalah puisi-puisi bertema
cinta sehingga ia dikenal sebagai pujangga yang mengangkat perempuan. Gama
el-Ghitanti, seorang novelis dan editor sebuah surat kabar mingguan sastra
kairo mengatakan bahwa walaupun ia menggunakan bahasa sehari-hari. Beliau tetap
mengutamakan keindahan kata-kata serta tidak terjebak pada bahasa arab pasaran.
Mona Helmi, seorang novelis asal Kairo mengatakan bahwa keagungan Qabbani
datang dari kemampuannya membuat kata-kata indah tidak hanya pada
kegiatan biasa yang terjadi antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga antara
batas dan peraturan dan antara penindasan dan kesempitan.
Pada kali
ini kita mencoba meniliti salah satu puisi karangan Nizar Qabani yang berjudul حِيْنَ أَكُوْنُ عَاشِقًا kemudian penulis akan menganalisis secara detail gaya bahasa atau
uslub dalam qimah balaghiyyah (unsur-unsur balaghah) yang terdapat padanya.
Dalam Mengkaji karya
sastra tanpa sebuah teori tentu sangat susah, karena tidak ada landasan
berpijak untuk mengetahui labih jauh hal yang akan kaji. Namun, teman-teman
jangan ragu tentang hal itu, berikut ada beberapa uraian yang menjelaskan
tentang teori sastra, salah satunya yaitu teori semiotik. Semiotik adalah suatu
bidang studi yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi melalui
sarana tanda-tanda dan berdasarkan pada sistem tanda (Segers, 1978:14) atau
bidang studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan tanda: cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan
penerimaannya oleh mereka yang mempergunakan (Eco, 1979:7; van Zoest, 1992:5).
Dalam lapangan kritik sastra, semiotika memandang
sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa berdasarkan pada konvensi-konvensi
tambahan dan meneliti ciri-ciri yang memberikan makna pada bermacam-macam modus
wacana (Preminger (ed.), 1974:980). Ahli semiotika memburu jenis-jenis tanda
tertentu, bagaimana tanda-tanda itu berbeda dengan yang lain, bagaimana fungsi
tanda dalam habitat alaminya, bagaimana interaksinya dengan jenis-jenis tanda
yang lain (Culler, 1981:vii), dan tanda-tanda dengan konvensinya (Pradopo,
2001:3). Karya sastra sebagai bangunan bahasa pada hakikatnya adalah fakta
semiotik, sebagai sistem tanda (Abdullah, 1991:8) yang dapat ditafsirkan dan
yang proses penafsirannya itu dapat terjadi berkali-kali (Hoed, 2001:197).
Secara definitif, tanda adalah segala apa yang
menyatakan sesuatu yang lain daripada dirinya. Tanda itu dihasilkan melalui
proses signifikasi yang merupakan proses yang memadukan penanda dan petanda
(Barthes dalam Young, 1981:37—38; Budiman, 1999:108; Sunardi, 2002:49). Karena
itu, pada prinsipnya semiotik mempelajari bagaimana arti-arti dibuat dan
bagaimana realitas direpresentasikan, yang barangkali jelas dalam bentuk “teks”
dan “media” (Chandler, 2002:2). Semiotik memusatkan perhatian pada pertukaran
beberapa pesan apa pun dalam suatu kata atau komunikasi dan juga memusatkan
perhatian pada proses signifikasi (Sebeok, 1994:5).
Heuristik dan hermeneutik adalah pembacaan yang harus
dilakukan oleh seorang peneliti yang menggunakan semiotik reffartere. Pembacaan
keuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca dengan
menginterprestasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda
linguistik . Adapun metode pembacaan hermeneutik atau retroaktif adalah
kelanjutan dari metode pembacaan heuristik untuk mencari makna (meaning of
meaning atau sifnificance).
No comments:
Post a Comment